Kebutaan yang datang berangsur-angsur itu rupanya memberikan kesempatan tersendiri bagi Dean untuk beradaptasi dengan lingkungannya, khususnya di sekolah. Tidak hanya dikucilkan dan mendapat tekanan dari para guru di sebuah SD Inpres di Pematang Siantar, tempat dimana dulu ibunya – Nurmawati Manurung – mengajar, Dean juga sempat “dirumahkan†alias tidak bersekolah selama 1 semester.
Perlakuan diskriminatif yang menderanya justru membuat semangat belajar Dean yang lahir di Pematang Siantar tanggal 3 September 1994 ini kian menyala-nyala. Atas upaya tantenya, ia dipindahkan ke SD Bertingkat di Lubuk Pakam yang lebih modern dan terbuka denganfasilitas yang lebihmemadai. Disanalah kemudian Dean mulai menunjukkan bakat dan kecemerlangan intelegensinya. Gelar juara kelas kerap diraihnya sepanjang tahun.
Bahkan ia pun pernah menjuarai Lomba Cipta Baca Puisi Tingkat Kabupaten, yang diikuti puluhan anak normal seusianya. Hingga di jenjang SMP, Dean yang sempat beberapa kali mengirimkan cerpen dan puisinya ke media lokal, kembali menjadi kebanggaan sekolahnya karena menjuarai Lomba Baca Puisi di Tingkat Nasional. Sebuah pencapaian yang luar biasa bisa mengharumkan nama daerah Sumatera Utara, apalagi jika prestasi itu diraih seorang siswa yang berkebutuhan khusus seperti Dean Pintauli Siringo-ringo.
Tak ada perlakuan khusus yang diberikan padanya sebagai penyandang tuna netra. Alumni SMA Negeri 2 Lubuk Pakam yang bercita-cita menjadi anggota DPR ini semakin menunjukkan ekspansi bakatnya di usia remaja.
Meskipun hanya masuk dalam rangking 10 besar di kelasnya, Dean justru kian bersinar di arena olahraga. Berkat tangan dingin gurunya di SMA, Dean menguasai dengan baik beberapa cabang olahraga seperti catur, renang, badminton, dan tenis meja. Bakat seninya juga semakin matang dengan berbagai kompetisi yang diikutinya.
Dean kembali menuai prestasi dengan menjuarai Lomba Karya Tulis di Yogyakarta, Lomba Cipta Baca Puisi di Bandung, dan Olimpiade Matematika IPS di Jakarta.
Ketika menyerahkan sertifikat dan medali hasil kejuaraannya ke Kantor Gubernur Sumatera Utara, di sanalah ia bertemu dengan seorang pegawai Kantor Gubsu yang menawarkan Dean untuk bergabung di NPC (National Paralympic Committe) – sebuah organisasi yang mewadahi para penyandang disabilitas.
Ajakan itu tidak serta merta diterimanya, karena sejak awal kebutaannya Dean tidak pernah bergabung di komunitas sesama disable. Apalagi untuk bersekolah di tempat khusus seperti SLB, sama sekali tidak pernah terpikir oleh Dean dan ibunya. Namun setelah dijelaskan lebih jauh mengenai NPC barulah Dean bersedia bergabung dan mulai fokus mengembangkan bakatnya di olahraga Renang.
Dengan segudang prestasi dan integritas akademisnya, di tahun 2013 Dean berhasil melanjutkan pendidikan di Jurusan Kesejahteraan Sosial FISIP USU melalui jalur SNMPTN Undangan. Kehidupan kampus membuatnya jadi lebih mandiri.
Ia tidak lagi tinggal bersama ibu dan tantenya, tapi menyewa kamar kos sendiri. Jika dulu di SMA dia memakai mesin tik untuk mencatat pelajaran, kini Dean sudah memiliki laptop yang disetting “audible†untuk membantunya belajar dan mengembangkan bakat menulisnya.
Untuk mengatasi ujian di kampus, Dean meminta bantuan temannya yang berasal dari jurusan lain untuk membacakan soal dan menulis untuknya.
Di awal masa kuliahnya, ia pun sempat menyelesaikan sebuah karya fiksi berupa novel berjudul “Terpilih Terpanggilâ€. Tulisan yang di-publish secara mandiri bersama teman-temannya dan dijual terbatas di lingkungan kerabatnya saja. Kerja keras Dean di kampus pun tidaklah sia-sia. Dengan IPK 3,4 Dean mendapat beasiswa PPA untuk mahasiswa berprestasi.
Tak hanya itu, tahun ini Dean akan pindah kuliah ke Coil State University, USA dengan beasiswa yang ditawarkan oleh rekan dari Prof. Lisners (Rektor Coil State University) , yaitu yang kerap disapa koko Andre. Koko Andre menawarkan beasiswa ini kepada Dean, ketika dia melihat segudang prestasi yang telah Dean raih dan motivasi yang tinggi yang dimiliki Dean.
“Pendidikan merupakan pengganti Penglihatan, Pendidikan merupakan Ilmu untuk menutupi kekurangan,†ujar Dean saat ditanyakan apa motivasinya dalam menjalani pendidikan dengan keadaannya sekarang.
Sungguh Dean merasa hidupnya tidak berkekurangan suatu apapun. “Dean malah bersyukur Tuhan memberikan keadaan Dean yang sekarang kak, Dean tidak pernah menyesali yang sudah terjadi. Mungkin karena kebutaan Dean bisa mencapai apa yang telah Dean capai sekarang,†ujar Dean saat diwawancarai.
Dia sudah terbiasa hidup dengan memanfaatkan apa yang ada. Keluh kesah dan penyesalan tidak ada dalam kamus hidupnya. Dia berhasil menyiasati keterbatasannya dengan berbagai karya dan prestasi yang tidak semua orang bisa melakukannya. Di balik kegelapan penglihatannya, Dean justru melihat cahaya – terang dan berkilau – mengukir namanya.
Oleh: Classy Publisher
Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP, Universitas Sumatera Utara (USU) Stambuk 2012
Discussion about this post