JAKARTA, WOL – Pemerintah akan mengkaji ulang pembangunan 7 (tujuh) proyek  fasilitas Gedung DPR alasannya karena anggaran pemerintah tidak fleksibel.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan kepada para menteri terkait untuk mengkaji kembali rencana pembangunan tersebut. Presiden juga meminta agar hasil kajian segera dilaporkan kepadanya.
“Bagaimanapun dalam kondisi seperti ini, ruang anggaran kita juga tidak terlampau fleksibel untuk itu. Jadi, posisi terakhir oleh Presiden adalah minta dikaji kembali kepada menteri-menteri terkait dan beliau minta dilaporkan segera. Demikian secara resmi itulah yang menjadi sikap Presiden sampai saat ini,†kata Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung Wibowo, hari ini di Gedung Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Jakarta.
Soal adanya isu bahwa Presiden Jokowi  sudah menyetujui rencana pembangunan 7 (tujuh) proyek DPR itu, Pramono Anung menjelaskan, kalau berkaitan dengan Badan Anggaran, berkaitan dengan pembahasan di Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR pasti muncul di Menteri Keuangan.
Pramono meyakini, Menteri Keuangan pasti akan berkonsultasi dengan Presiden atau paling tidak pihak-pihak yang sehari-hari bersama dengan Presiden. “Dengan demikian, kalau ada yang mengatakan apakah betul sudah menerima surat, terus terang saya tidak tahu,†ujarnya.
Ditegaskan Seskab, kalau dalam postur anggaran ada perspektif pemerintah, karena DPR tidak lagi membahas satuan 3 (tiga), dan kewenangan anggaran domainnya ada di pemerintah, terutama di Menteri Keuangan dan Bappenas.
Jadi, lanjut Pramono, terkait pembiayaan 7 (tujuh) proyek di DPR itu sebenarnya bisa dicek di Bappenas, apakah perencanaannya ada, pengalokasian anggarannya ada. Untuk saat ini, pemerintah masih belum pada tahapan menyetujui atau tidak menyetujui, karena sekarang ini baru dilakukan kajian kembali.
Saat ditanya maksud kajian kembali itu termasuk dalam konsep melakukan negosiasi terhadap kelanjutan pembiayaan 7 (tujuh) proyek di DPR, Pramono menegaskan bahwa kalau pembangunan kan tidak bisa dinegosiasi ulang.
“Kalau dikaji ya dikaji apakah ini feasible atau tidak sesuai dengan kemampuan anggaran,†tegas Pramono.
Anggota Komisi III DPR dari Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, menyatakan Presiden Jokowi sangat hati-hati dalam pemberian anggaran. Karena, salah satu program pemerintahan Jokowi adalah melakukan efisiensi pengeluaran dengan menghindari pengeluaran yang dianggap tidak perlu. Jangan sampai usulan pembangunan gedung baru DPR ini nantinya justru mempermalukan DPR sendiri.
“Saya bangga ke pak Jokowi. Dia waspada waspada. Yang malu ya, akhirnya kita yang malu,” katanya, di DPR.
Menurutnya, pimpinan DPR juga jangan terlalu responsif terhadap anggota DPR yang menolak proyek pembangunan gedung DPR.
Sebelumnya, mantan Menteri Pembangunan Nasional/Kepala Bapennas, Adrinof Chaniago menyatakan, pemerintah tidak mengalokasikan anggaran untuk pembangunan gedung baru DPR RI. Sebab, proyek tersebut tidak masuk dalam perencanaan. Andrinof memastikan selama memimpin kementerian, tidak ada rencana pembangunan tujuh gedung baru parlemen.
Sebagaimana diketahui saat menyampaikan Rencana Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2016, di depan Rapat Paripurna DPR-RI, Jumat (14/8) lalu, Presiden Jokowi tidak menandatangani prasasti rencana pembangunan 7 (tujuh) fasilitas di Gedung DPR.
Ketujuh proyek dimaksud adalah Alun-alun Demokrasi, Museum dan Perpustakaan, Jalan Akses, Visitor Center, Pusat Kajian, Pembangunan Ruang Anggota DPR, dan Integrasi Tempat Tinggal Anggota DPR.
Menurut Kepala Biro Humas dan Pemberitaan DPR, Djaka Dwi Wiratno, anggaran untuk ketujuh projek DPR tersebut senilai Rp1,6 triliun. Ia menambahkan nilai proyek itu bukan hasil penghitungan DPR.
“Ketika kita merancang sesuatu kegiatan, karena ini menyangkut dan yang tahu ahlinya itu dari Kementerian PU. Jadi angka itu dari Kementerian PU. Jadi kira-kira kalau mau kaya kini ya anggarannya Rp1,6 T. Angka itu dari PU dan itu yang akan dibahas oleh DPR bersama pemerintah,” tuturnya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius, mengatakan rencana pembangunan tujuh proyek di kompleks Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Senayan sangatlah tidak tepat dilakukan.
Proyek pembangunan yang akan menelan biaya yang sangat besar ini sebaiknya digunakan seperti untuk sektor pendidikan dan perumahan rakyat.
(hls)
Discussion about this post