JAKARTA, WOL – Anjloknya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS yang hari ini sudah mencapai angka Rp 14.1170 per Dollar AS serta rendahanya serapan anggaran APBN 2015 yang sampai saat hanya sekitar 50% pemerintah terus mendorong percepatan anggaran khususnya di daerah.
Kekhawatiran para kepala daerah, bupati, gubernur menggunakan anggaran secara maksimal karena masih ada anggapan akan dikriminalisasi telah dilindungi pemerintah.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung telah mengirimkan Surat Edaran kepada para kepala daerah, bupati dan gubernur di seluruh tanah air.
Menurut Seskab, isi Surat Edaran itu adalah berupa penegasan, bahwa pelanggaran yang bersifat administratif tidak bisa dipidanakan, kebijakan tidak bisa dipidanakan dan apabila BPK, BPKP, melakukan pemeriksaan kepada daerah, Undang-Undang mengatur ada batas toleransi 60 hari. Apabila belum 60 hari, maka aparat penegak hukum tidak boleh masuk.
Menurut Seskab, agar ada kepastian dan kenyamanan, ketiga hal itu juga akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), yang kini sedang dalam sinkronisasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
“Nafasnya kurang lebih sama, tidak boleh ada kriminalisasi kepada Kepala Daerah maupun aparatnya yang sedang membangun,†kata Pramono, hari ini, Kamis (3/9) mengutip laman Seskab.
Seskab Pramono Anung menyampaikan, hingga akhir Juli 2015 ini, belanja modal daerah rata-rata baru mencapai 20 persen. Padahal, jumlah dana yang ditransfer Pemerintah Pusat ke Daerah sudah mencapai Rp 273 triliun. “Artinya apa? Uang itu tidak digunakan oleh daerah untuk membangun,†tegasnya.
Mengenai pemberian reward and punishment yang diberikan kepada daerah yang rendah serapan anggarannya, Seskab menegaskan, hal itu dimaksudkan agar ada perbaikan.
Karena itu, jauh-jauh hari rencana pemberian reward and punishment diumumkan, tidak akan langsung diperlakukan sekarang tetapi akan diberikan toleransi waktu agar mereka juga bersiap-siap, dan kemudan konsekuen jika ketentuan itu diterapkan.
Soal sanksi yanga kan diterapkan kepada daerah bukan kepala daerah, Anung mengatakan, bahwa penyerapan anggaran itu merupakan wewenang institusi bukan personal kepala daerah, karena yang membangun itu kan Kepala Daerah sebagai pimpinannya, tetapi yang membangun itu seluruh daerah.
“Sehingga dengan demikian instrumen ini yang akan digunakan untuk mengukur mereka. Saya yakinlah kalau kita ini begitu dikasih pagar-pagar, saya yakin mereka akan bekerja lebih baik,†kata Mas Pram, panggilan akrab Pramono Anung mengenai efektivitas penerapan reward and punishment itu.
Diakui Seskab, jika dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan memang ada mengatur bahwa sanksi itu (penyerapan anggaran, red) diberikan kepala daerah. Tetapi, lanjut Seskab, pemerintah lebih mengatur bahwa sanksi itu bukan bersifat perorangan, karena yang membangun kan bukan perorangan.
“Ini kan berkaitan dengan penyerapan, berkaitan dengan penganggaran, dan penyerapan dan anggaran itu dilakukan oleh daerah yang bersangkutan dengan kepala daerah sebagai orang yang paling bertanggung jawab tapi kan bukan dia semata-mata,†jelas Mas Pram.
Seskab juga meyakini, pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan serentak pada bulan Desember mendatang, yang menyangkut 269 lokasi, akan berpengaruh pada penyerapan anggaran, dan pertumbuhan ekonomi.
“Saya meyakini pada semester depan ini, selain karena serapan anggaran yang sudah semakin baik, ada peristiwa politik yang memaksa para petarung sebagai kepala daerah akan mengeluarkan dananya,†kata Mas Pram seraya memperkirakan, rata-rata satu daerah perputarannya selain dari calon, (juga) dari pemerintah daerah setempat, dari pemerintah daerah pusat, di atas Rp 50 miliar.
Pekan lalu Presiden Joko Widodo bersama Wapres Jusuf Kalla mengumpulkan Mendagri, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Para Gubernur, Kapolda, dan Kejaksaan Tinggi (Kajati) di di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat.
Salah satu isu penting dalam pertemuan tersebut menepis kriminalisasi terhadap para kepala daerah, bupati dan gubernur terkait penggunaan anggaran.
Para kepala daerah, Bupati dan Gubernur tidak berani menggunakan anggaran dalam APBDÂ karea masih adanya anggapan bahwa takut dilakukan kriminalisasi dalam persoalan hukum.(hls/data1)
Discussion about this post