JAKARTA, WOLÂ – Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap Indonesia tak seperti negara di Timur Tengah yang hijrah dari negara berbasis sejarah Islam menjadi tempat penuh konflik.
“Sungguh menyedihkan hijrah dari negara penuh sejarah islam, menjadi negara konflik,” ungkap JK dalam pidatonya di Mesjid Istiqlal, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat (14/10).
JK menjelaskan, banyak kaum muslim di negara Timur Tengah hijrah ke negara Nonmuslim hanya untuk mendapat perlindungan. “Namun di banyak negara-negara Islam di Timur Tengah, banyak umat Muslim yang hijrah. Bukan hijrah ke negeri Islam yang lebih baik, tapi hijrah ke negara nonmuslim untuk mendapatkan perlindungan,” sebut JK.
Untuk itu, JK mengimbau agar tidak terjadi lagi konflik, seperti di Tolikara. Jika berlanjut, kejadian itu akan memecah belah peratuan bangsa.
“Kemarin juga kita prihatin apa yang terjadi di Aceh Singkil. Karena adanya ketidakcocokan, ketidaksenengan dan kekerasan. Kita harus menghindari konflik, Indonesia ini negara yang penuh toleransi, negara yang menghargai seluruh agama, Kita harus menjaga itu,” tutupnya.
Dikabarkan, akibat bentrokan yang berujung pada pembakaran gereja di Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, setidaknya tiga orang mengalami luka-luka dan satu orang harus merenggang nyawa akibat terkena tembakan dari senapan angin. Padahal Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi keberagaman agama dan budaya lewat semboyan Indonesia, Bhineka Tunggal Ika.
Kendati demikian JK bersyukur Indonesia masih memiliki rasa cinta dan kasih, ketimbang negara di Timur Tengah yang selalu berkonflik. “Tetapi kita tentu sesalkan, tentu harapan kita seluruh bangsa ini dalam kedamaian, dalam kesejahteraan, dalam suatu situasi yang baik. Kita bersyukur bangsa ini hidup kedamaian lebih baik dibanding banyak negara,” ujar JK.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar juga meminta aparat kepolisian mencari dalang atau otak pelaku dari pembakaran gereja tersebut. Ia juga berharap pelaku mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatannya. “Ya tentu di selesaikan dengan baik, lewat hukum, ya tentunya siapa yang bersalah tentu mendapat pengadilan (hukuman),” katanya.
Sekadar informasi, insiden ini dipicu pembakaran sebuah rumah yang dianggap tak memiliki izin untuk digunakan sebagai tempat ibadah.
Sumber dari Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil menyebutkan, aksi terjadi sejak Senin 12 Oktober 2015, tengah malam, setelah warga menilai Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil tidak mau memenuhi tuntutan untuk membongkar bangunan saat unjuk rasa dilakukan pada 6 Oktober 2015 lalu.
Bentrokan terjadi antara massa yang menamakan diri mereka Gerakan Pemuda Peduli Islam Aceh Singkil dan warga Desa Dangguran, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil.
Pengurus Besar Nadhatul Ulama menyesalkan tindak kekerasan yang terjadi di Kabupaten Aceh Singkil, Aceh. Perbuatan tersebut tidak dibenarkan oleh ajaran agama manapun.
Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj mengatakan tidak boleh ada kekerasan di dalam agama. “Artinya, kalau terjadi tindak kekerasan, itu bukanlah ajaran agama atau tidak sedang menjalankan amalan agama,” ucapnya, Rabu (14/10).
Seperti misalnya dalam Islam. Apa yang terjadi di Singkil, Selasa (13/10) lalu bertentangan dengan ajaran Islam. “Islam tidak pernah memerintahkan melakukan kekerasan,” kata dia. Upaya perlawanan dalam Islam hanya boleh dilakukan terhadap orang-orang yang berbuat zalim. Said menyebut tidak boleh ada permusuhan karena perbedaan etnik, suku, agama, dan ras.
Said menduga, sebelum terjadi pembakaran terhadap rumah ibadah tersebut, barangkali sudah timbul benih-benih kejengkelan dan kemarahan dari masyarakat sekitar. Namun tetap saja tindak kekerasan tersebut tetaplah keliru. “Perilaku anarkis tidak dapat dibenarkan,” ujar Said.
Seluruh umat Muslim di Indonesia, harus menghayati betul ajaran Islam. Beragama, kata Said, adalah membangun dan menegakkan peradaban, budaya, akhlak mulia, dan kemanusiaan. Islam adalah agama intelektual, kemajuan, peradaban, budaya, dan pada puncaknya Islam adalah agama yang penuh nilai-nilai kemanusiaan. “Percuma mengaku beragama tapi tidak membangun moral dan budaya, melainkan hanya mengedepankan kebiadaban,” ucapnya.
Seluruh pihak, kata Said, diharap tenang dan tidak mudah terpancing atas insiden pembakaran tersebut. Memang, alasan apapun yang melatarbelakangi insiden tersebut tidak bisa dibenarkan oleh hukum. Meski begitu, sebaiknya masyarakat menyerahkan kelanjutan kasus tersebut para aparat yang berwenang.
Polisi Periksa 20 Saksi
Polres Aceh Singkil telah berkoordinasi dengan seluruh Polres yang ada di sekitarnya untuk menjaga situasi kondusif pasca terjadinya bentrokan warga di wilayah Aceh Singkil.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Suharsono yang mengatakan hingga saat ini pihak kepolisian telah meminta warga setempat agar tidak terpancing pasca terjadinya insiden tersebut. “Pengamanan terus dilakukan dan pengejaran (pelaku) sedang dilakukan,” ujarnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (13/10).
Terkait adanya dugaan perusakan rumah ibadah di wilayah tersebut, dikatakannya bahwa saat ini pihak kepolisian terus mendalaminya. “Informasi yang sudah diperiksa untuk dimintai keterangan ada 20 orang. (Pelakunya) ratusan orang mungkin bisa lebih,” katanya.
Hingga saat ini lokasi bentrokan tersebut dikatakannya masih terus dipantau keamanannya oleh pihak-pihak berwajib seperti TNI, Polri, dan Brimob. “Kalau jumlah personelnya saya tidak tahu tapi yang jelas memadai,” tandasnya.(ags/berbagai sumber/data1)
Discussion about this post