
JAKARTA, WOL – Anggota Komisi XI DPR, M Misbakhun, mengkritik pernyataan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sri Adiningsih tentang penerimaan pajak 2016 yang meleset dari target. Menurut Misbakhun, pernyataan Sri patut dicurigai bersifat politis karena muncul di saat isu reshuffle berkembang. Sri selama ini juga disebut-sebut sebagai calon pengganti Bambang PS Brodjonegoro.
Misbakhun mengatakan, Sri mestinya tahu bahwa ada ‘anomali’ target penerimaan pajak pada APBNP 2015 yang mendadak sontak naik tidak normal dari realisasi penerimaan sejumlah Rp 982 triliun menjadi Rp 1.294,5 triliun. Kenaikan target pajak itu merupakan hal luar biasa karena naik sebesar 34 persen dari rata-rata pertumbuhan kenaikan penerimaan pajak yang biasanya berkisar normal pada angka 10-14 persen.
Persoalannya, ada situasi ekonomi global yang melambat pada 2015 karena kebijakan quantitative easing oleh bank sentral AS, The Fed dan jatuhnya harga minyak dunia yang diikuti oleh harga komoditas andalan ekspor Indonesia seperti batu bara dan minyak sawit mentah (CPO). “Kondisi global tersebut memberikan pengaruh yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia,†katanya.
Misbakhun pun mempertanyakan alasan Sri tiba-tiba berbicara soal penerimaan pajak disaat isu reshuffle bergerak. Sebab, isu tentang persoalan yang diangkat akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu sudah ditangani Direktorat Jenderal Pajak di bawah komando Bambang Brodjonegoro.
Karenanya Misbakhun pun mempertanyakan tugas Sri selama ini sebagai Wantimpres. “Ke mana saja selama ini Sri Adiningsih selaku ketua Dewan Pertimbangan Presiden? Sangat berbahaya buat Presiden Jokowi apabila mendapatkan informasi yang tidak akurat yang justru datangnya dari ketua Dewan Pertimbangan Presiden sendiri yang justru harusnya informasinya akurat,†ujar Misbakhun.
Politisi Golkar itu mencontohkan pernyataan Sri tentang perlunya insentif bagi pegawai pajak. Padahal, kata Misbakhun, sudah ada tunjangan kinerja bagi pegawai DJP yang naik sangat ‘fantastis’ sampai ratusan juta untuk jabatan Dirjen, puluhan juta untuk eselon II, hingga IV, serta pelaksana di lapangan.
“Ini guna mendorong semangat kerja seluruh pegawai pajak yang sejak 2007 tidak naik tunjangannya. Jadi jangan karena menginginkan jabatan lalu semua cara dia tempuh untuk membuat kritik yang subtansi sudah kehilangan relevansinya,†pungkasnya.
Discussion about this post