JAKARTA, WOL – Desakan untuk menasionalisasi aset-aset perusahaan tambang PT Freeport Indonesia di Grasberg, Papua, semakin kuat.
Akan tetapi, pengamat pertambangan Marwan Batubara mengatakan, opsi nasionalisasi akan menimbulkan situasi yang kurang kondusif bila dilakukan saat ini. Kebijakan itu akan membuat investor asing takut menanamkan modal di Indonesia.
“Nasionalisasi itu bukan berarti kita bisa caplok semua aset di tambang itu. Di peraturan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), kalau mau nasionalisasi itu kita harus bayar ganti rugi,” kata Marwan dalam diskusi di Jakarta, Minggu (20/12).
Menurut Marwan, opsi nasionalisasi yang terbaik adalah dengan menunggu saja kontrak karya Freeport habis pada 2021. Selain itu pemerintah juga masih bisa melakukan negosiasi kontrak karya yang bisa menguntungkan Indonesia.
“Kalau kemudian ada negosiasi, itu bisa menjadi preseden yang baik. Kita tidak ingin perpanjang misalnya, tapi kalau Freeport masih mau perpanjang ya silahkan, tapi ada ketentuan yang harus dipenuhi,” ujar Marwan.
Sementara itu anggota DPR Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih, meminta masyarakat jangan hanya terjebak pada euforia mundurnya Novanto. Masyarakat juga diminta mengetahui kewajiban-kewajiban Freeport sebagai perusahaan tambang, seperti kewajiban divestasi saham, dan pembangunan smelter.
“Kawan-kawan juga harus tahu, yaitu kewajiban-kewajiban Freeport. Jangan hanya berita-berita ‘Papa Minta Saham’, sehingga kewajiban Freeport yang harus dilaksanakan terlupakan,” kata Eni. (vvn/data2)
Discussion about this post