MEDAN, WOL – Sebelum memasuki masa reses periode Desember hingga Januari 2016, Komisi XI DPR-RI memanggil menteri keuangan untuk menegaskan kembali tentang indikator keuangan negara yang kian mengkhawatirkan di 2016.
“Sebelum masuk reses, sebenarnya kita sudah memanggil menteri keuangan sebab di 2015 sebenarnya kondisi keuangan negara sudah buruk,†kata dia.
Gus Irawan Pasaribu, anggota DPR-RI dari daerah pemilihan Sumut itu, berpendapat dilihat dari pencapaian penerimaan perpajakan hingga akhir November 2015 masih 70 persen dari target Rp1.300 triliun.
Uniknya, kata dia, Menteri Keuangan masih optimis bahwa outlook pajak hingga akhir 2015 prognosisnya tercapai di angka 85,8 persen. “Sehingga akan ada short fall (kekurangan) sekira Rp200 triliun.â€
“Hitungan saya dan anggota komisi XI tentu berbeda. Saya paling yakin tercapai 82 persen pun target pajak di 2015 ini sudah sangat bagus. Sehingga dalam hitungan saya short fall itu akan mencapai Rp260 triliun. Uniknya di 2016, walaupun ada kegagalan di tahun lalu, pemerintah masih ngotot untuk menaikkan target penerimaan lima persen lagi,†katanya.
Jika beberapa waktu lalu Dirjen Pajak mundur, Gus yakin siapapun Dirjen Pajaknya pasti akan mundur melihat kondisi sekarang. “Pasti akan begini-begini saja.â€
Lalu, bagaimana gambaran secara umum kinerja pemerintah di 2016? “Jika acuannya adalah APBN 2016, maka sekarang pun sudah ada suara-suara dari kita anggota dewan untuk merevisi penerimaan tahun 2016. Anggarannya belum dijalankan tapi sudah ada suara minta revisi. Memang nanti ada waktunya kita bicara APBN perubahan. Tapi kan lucu, baru kita putuskan sudah mau direvisi.â€
“Short fall APBN terlalu besar, jalan pintas yang dilakukan pemerintah hanya menambah utang luar negeri guna menambal defisit APBN. Karena UU tidak membolehkan pemerintah melanggar batasan defisit maksimal tiga persen dari PDB. Saya khawatir walaupun utang ditambah tetap saja defisit terlampaui tiga persen. Karena sesungguhnya penambahan utang tak mengurangi persentase defisit,†jelas Gus.
Perlu diketahui, kata dia, selama satu tahun terakhir, pemerintah sudah menambah utang luar negeri hingga Rp500 triliun. Utang pemerintah Indonesia hingga November 2015 telah mencapai Rp3.074, 82 triliun dengan perincian surat utang negara Rp2.329, 15 triliun, pinjaman antar negara Rp745,67 triliun ini sudah termasuk dari Jepang, World Bank, ADB, Perancis, Jerman dan IDB.
“Ada kenaikan signifikan hingga sekira Rp500 triliun,†kata Gus. Problem makin berat ketika Indonesia memiliki APBN hingga Rp2.000 trilin tapi tak mampu mensejahterakan masyarakat. “Dengan APBN sebanyak itu ada target yang harus dilakukan yaitu menurunkan kemiskinan, menekan pegangguran, meningkatkan indeks pembangunan manusia dan memperpendek gini ratio. Tapi tak satu pun target itu tercapai.â€
“Kita tak ingin menciptakan warisan utang kepada generasi muda ke depan. Utang itu tidak untuk rakyat miskin. Utang terus bertambah tapi tak satu pun yang bisa diperbaiki pemerintah. Saat membahas APBN 2016 Oktober lalu pun di situ kita tidak setujunya. Karena pemerintah tidak menetapkan target dengan realistis,†ungkap Gus.
Menurut dia, para penyusun APBN 2016 harus belajar dari pengalaman 2015. Nota keuangan pemerintah yang disusun di Agustus itu, kata Gus, ada pengajuan tingkat pertumbuhan 5,5 persen hingga enam persen yang sebenarnya terlalu optimis.
“Padahal siapa pun bisa melihat tahun ini tidak akan lebih baik dari tahun lalu. Kita lihat target pertumbuhan di APBN-P 2015 yang ditetapkan 5,7 persen. Itu sudah tidak kita tawar-tawar. Padahal outlook (proyeksi) sampai akhir tahun pertumbuhan kita sebenarnya hanya lima persen. Bahkan kemungkinan hanya 4,8 persen atau satu persen di bawah target,†kata dia.
Kalau kondisinya seperti itu, menurut Gus, ada deviasi hingga 20 persen. “Lho kita jadi heran penyimpangannya kok sampai 20 persen. Karena tiap satu persen pertumbuhan tidak tercapai berarti ada penyimpangan 20 persen. Itu sudah tidak realistis.â€
“Pada akhirnya hanya kawan-kawan dari Gerindra saja yang menolak. Kawan-kawan dari fraksi lain secara pribadi pun menolak. Tapi begitu keputusan kolektif mereka terpaksa menerima. Itu tidak bisa disalahkan karena pengambilan keputusannya secara politis,†ungkap Gus.
Selain itu dia mengaku aneh dengan cara pemerintah menetapkan APBN. “Heran kita. Yang ditetapkan duluan adalah sisi pengeluaran. Baru dicari penerimaannya. Harusnya dibalik. Kemudian target pajak misalnya, angka yang ditargetkan tidak dikordinasikan dengan para kepala kantor wilayah. Pokoknya Kakanwil hanya menerima target dari pemerintah pusat. Wajar kalau terjadi banyak kejanggalan target penerimaan negara,†tambahnya.
Menurut Gus, masih ada solusi dan perbaikan yang bisa dilakukan. “APBN itu disahkan di DPR-RI. Dan kontrolnya juga pasti kawan-kawan di DPRI-RI. Kita ingin kawan-kawan membuka mata atas kondisi ini. Kalau kami sudah konsekuen menolak APBN tapi karena jalan sendiri tentu lawan suara mayoritas fraksi lain anggaran tersebut disetujui.â€
“Kalaupun kita menolak bukan berarti ingin menggagalkan kinerja pemerintah. Kami hanya mengkritisi hal-hal yang tidak pro rakyat serta instrument yang tak masuk akal,†kata dia.
“Jika nanti ada pembahasan APBN-P 2016 kami berharap momentum dari kawan-kawan di legislatif atas kealfaan sebelumnya. Tentu kita juga berharap pemerintah mengajukan pola yang benar,†tambahnya.
Gus meminta presiden dan wakil presiden serta unsur pimpinan negara ini jangan menggariskan sesuatu yang tak masuk akal. “Mestinya seorang pemimpin minta masukan dari para pembantu-pembantunya. Sebesar apa kemampuan untuk mengelola APBN.â€
“Kawan-kawan kita di dewan juga banyak yang salah karena sebenarnya di legislatif lah pengawasannya. Kalau sekarang ini bisa saya katakan benarlah Gerindra karena konsisten menolak APBN 2016,†ujar Gus. (wol/ags/min/data2)
Discussion about this post