MEDAN, WOL – Masyarakat di Sumatera Utara yang mengalami gangguan jiwa sebanyak 14.838 orang. Rinciannya sebanyak 2.051 pasien menjalani rawat inap dan 12.787 pasien rawat jalan. Dari jumlah itu gangguan jiwa jenis skizofrenia paling banyak menyerang kelompok usia produktif antara usia 15 hingga 45 tahun.
“Paling banyak pasien di Rumah Sakit Jiwa ini gangguan jiwa skizofrenia atau psikotik sebesar 98,1 persen, gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat adiktif 1 persen, selebihnya gangguan mental organik,†kata Direktur RSJ Prof Ildrem Provinsi Sumut, dr Chandra Syafei, baru-baruini.
Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa skizofrenia, mulai dari faktor genetik, tekanan ekonomi, dan sosial. Skizofrenia merupakan gangguan mental yang ditandai dengan gangguan proses berpikir dan tanggapan emosi yang lemah.
Keadaan ini pada umumnya dimanifestasikan dalam bentuk halusinasi, paranoid, keyakinan atau pikiran yang salah yang tidak sesuai dengan dunia nyata serta dibangun atas unsur yang tidak berdasarkan logika, dan disertai dengan disfungsi sosial dan pekerjaan yang signifikan.
“Penyebabnya banyak mulai dari pemutusan hubungan kerja, pengangguran, putus sekolah/kuliah, hubungan keluarga tidak harmonis, perceraian, dan faktor-faktor lainnya,†ujar dr Chandra Syafei.
Menurut dr Chandra, sebagian besar pasien dari kalangan menengah ke bawah dan menggunakan BPJS Kesehatan mengalami gangguan jiwa psikotik, di mana orang tersebut tidak bisa membedakan mana khayalan dan mana kenyataan. Kalau remaja banyak yang alami gangguan jiwa karena narkoba.
Pria yang banyak mengalami gangguan jiwa sebesar 68 persen dan perempuan 32 persen. “Mereka yang dirawat inap karena memukul, membakar diri dan sudah merusak atau menghancur barang-barang yang ada di sekitarnya,†tambahnya.
Ahli Kejiwaan dari FK USU, dr Elmeida Effendy MKed KJ SpKJ (K), menuturkan jumlah penderita gangguan jiwa skizofrenia prevalensinya 1 persen. Artinya, dalam 100 orang, ada 1 orang yang mengalami skizofrenia.
“Penyebabnya multifaktoral, perpaduan faktor genetik biologik, dan psikososial. Faktor biologik berupa ketidakseimbangan zat kimia yang ada di otak. Sedangkan faktor psikososial seperti stressor psikososial seperti pertengkaran, kebangkrutan, kegagalan dan lainnya, Bagi mereka yang mempunyai risiko melukai orang atau dirinya sendiri, maka harus dirawat inap,†terangnya.
Dia juga menjelaskan, skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik berat yang membawa dampak bukan hanya pada individu yang terkena namun juga terhadap keluarga dan masyarakat luas, dan hal ini akan berpengaruh terhadap beban yang harus dikeluarkan oleh negara.
“Gejala klinis yang dialami penderita skizofrenia sangat bervariasi, secara umum mencakup gangguan pada proses pikir, alam perasaan, tingkah laku, persepsi, dan kognitif. Jika anggota keluarga terkena gangguan ini dan perilaku berbahaya dilakukan penderita, terkadang membuat keluarga dan masyarakat mengucilkan penderita skizofrenia,†ungkapnya.(wol/waspada/data1)
Editor AUSTIN TUMENGKOL
Discussion about this post