MEDAN, WOL – Persoalan upah cleaning Service (CS) DPRD Medan di bawah Upah Minimum Kota (UMK) Medan, memasuki babak baru.
Hari ini, Selasa (19/4), Komisi B DPRD Medan memanggil pihak terkait untuk mengklarifikasi temuan sejumlah awak media yang memberitakan kalau gaji petugas kebersihan tersebut tidak sesuai peraturan.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP), PT Sevenindo Prima Makmur (SPM) perusahaan outsourcing yang memenangkan tender cleaning service di Gedung DPRD Medan ini akhirnya mengakui membayar upah 40 karyawannya di bawah UMK Medan Rp2,27 juta.
“Ya benar, kami membayar upah karyawan kami sebesar Rp1,8 juta. Itu kami lakukan setelah kami menyepakati dengan seluruh pekerja di sini (gedung DPRD, red),” ungkap Direktur PT SPM, Binsar Marpaung dalam RDP.
“Pembayaran upah di bawah UMK karena kami menerapkan sistem kerja training. Tiga bulan pertama kami berlakukan upah training, makanya kami membayar Rp1,8 juta. Dan upah itu disetujui pekerja saat rapat,” sambungnya.
Binsar juga mengakui, sesuai kontrak dengan Pemko Medan, upah untuk Cleaning Service di DPRD Medan sebesar Rp2,2 juta. “Kalau dikontrak kami dengan Wali Kota Medan, upah untuk pekerja sebesar Rp2,2 juta,” jelasnya lagi.
Menanggapi pernyataan Binsar Marpaung, anggota Komisi B, Hendrik Halomoan Sitompul, menilai PT SPM melanggar aturan karena dalam kontrak tidak ada tercantum kata training.
Seperti gayung bersambut, pertanyaan itu dijawab Binsar dengan pengakuan yang mengejutkan. “Dikontrak tak ada, ketentuan training itu ada di SOP kami,” terangnya.
Mendengar penjelasan PT SPM ini, Hendrik menilai apa yang dilakukan perusahaan telah melanggar aturan. “Tidak ada kata training, itu berarti sudah menyalahi,” hardiknya.
Politisi Demokrat ini menilai, pekerja kebersihan di DPRD Medan ini tidak perlu ditraining lagi karena mereka sudah lama bekerja sebagai petugas kebersihan.
Sementara itu, anggota Komisi B lainnya, Maruli Tua Tarigan, menilai PT SPM telah memanfaatkan kekuasaan untuk menekan pekerja.
“Dalam kontrak kan sudah disepakati upah karyawan Rp2,2 juta, kenapa harus dinegosiasikan lagi kepada pekerja,” herannya seraya meminta PT SPM mengikuti aturan UMK.
Sementara itu, anggota Komisi B lainnya, Bahrumsyah, melihat ada persoalan serius perihal adanya sisa upah yang tidak dibayarkan ke pekerja.
“Upah yang disepakati dikontrak Rp2,2 juta. Sementara dibayarkan Rp1,8 juta. Berarti kan ada selisih sekitar Rp400 ribuan. Ini juga harus jelas, karena ini adalah uang negara, jangan sampai jadi temuan,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi B, Surianto, mengingatkan agar perusahaan benar-benar memperhatikan pekerjanya.
“Selama ini kita selalu mengajak perusahaan agar patuh dengan UMK. Sementara di sini (DPRD, red) ada pekerja yang dibayar dibawah UMK. Kan kita malu,” pungkasnya.
Rapat yang dihadiri beberapa anggota Komisi B ini akhirnya diskor dan dilanjutkan Mei mendatang, dengan menghadirkan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, serta Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) DPRD Medan.(wol/mrz/data2)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post