HARERE, WOL – Perbankan di Zimbabwe, Afrika bagian selatan, kehabisan uang tunai. Sehingga memaksa negara tersebut untuk mulai mencetak sendiri mata uang dolar Amerika Serikat (AS) versi mereka.
Negara Afrika bagian selatan telah menggunakan campuran mata uang asing yang berbeda -dan yang terpenting adalah penggunaan dolar AS- karena mata uang Zimbabwe runtuh pada 2009 selama periode hiperinflasi.
CNNMoney melansir, Senin, 9 Mei, pasokan dolar AS telah menipis selama berbulan-bulan, dengan tekanan makin meningkat dalam beberapa minggu terakhir. Kemerosotan harga komoditas global dan kekeringan parah menyakiti ekspor negara tersebut.
Dalam artian, negara ini mendapatkan dolar AS lebih sedikit dari luar negeri. Bahkan lebih parah lagi, beberapa bank banyak yang mengalihkan nasabah mereka karena tidak punya cukup uang di brankas mereka.
Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meringankan kekurangan kas akut, Bank Sentral Zimbabwe akan mulai mencetak dolar AS dalam denominasi USD2, USD5, USD10, dan USD20. Negara ini sudah memiliki koin yang “terikat” dan mewakili nilai-nilai dolar AS. Untuk setiap koin yang beredar, setara dengan dolar AS yang dicadangkan negara.
Bank sentral juga telah membatasi penarikan sebesar USD1.000 per hari, dan ingin warga lebih banyak menggunakan euro dan rand Afrika Selatan. Tapi rand telah kehilangan nilainya sebanyak 20 persen terhadap dolar AS pada tahun lalu, sehingga membuat warga Zimbabwe kehilangan kesabaran.
Di ibu kota Harare, seorang wanita bersama dengan banyak nasabah lainnya bahkan harus mengantre selama tiga hari di sebuah bank. Dia pun sangat kecewa dengan semua “trik” pemerintah.
“(Saya sudah) telah mengantre untuk mendapatkan uang tunai selama tiga hari. Ini menyakitkan,” katanya singkat.
Seorang ekonom dan anggota parlemen dari partai oposisi Zimbabwe, Eddie Cross, menuduh partai yang berkuasa membuat keadaan menjadi lebih buruk dengan menarik uang dari cadangan bank sentral dan mengeluarkan imbalan “IOU” karena telah menguras sistem.
“Runtuh dengan cepat, sistem perbankan kita sekarang terancam. Dengan itu, apa yang tersisa dari perekonomian kita,” tulisnya dalam sebuah catatan.
“Upaya untuk membawa kembali mata uang lokal, meskipun secara terbatas, tidak akan diterima oleh pasar,” tambahnya.
Runtuhnya perekonomian Zimbabwe, berarti orang harus membeli segala sesuatu, mulai dari botol air sampai tusuk gigi ke luar negeri, dan itu berarti uang terus mengalir ke luar negeri.
“Kita perlu memastikan bahwa kami mempertahankan posisi kami sebagai pengekspor komoditas pertanian dan kebutuhan lainnya untuk memastikan arus kas yang masuk,” tutur ekonom independen John Robertson kepada CNNMoney.
Selain itu, Dana Moneter Internasional mengangkat “bendera merah” terhadap kesulitan ekonomi yang memburuk bagi Zimbabwe.
“Kegiatan ekonomi sangat dibatasi oleh kondisi likuiditas yang ketat akibat arus masuk eksternal terbatas dan harga komoditas yang lebih rendah,” tambah dia.
Di sisi lain, faktor cuaca juga telah mendatangkan malapetaka pada bangsa itu.
“Kekeringan, hujan tidak menentu, dan meningkatkan suhu, telah mengurangi hasil pertanian dan
mengganggu produksi tenaga air dan pasokan air,” lanjutnya.(mtn/data1)
Discussion about this post