JAKARTA, WOL – Suku Nias merupakan salah satu suku yang unik dari ribuan suku lainnya di Indonesia yang masih memelihara dan melestarikan kebudayaan dan adat warisan nenek moyang.
Secara umum yang mengatur seluruh aspek kehidupan Suku Nias dari lahir sampai meninggal dunia disebut fondrako (hukum adat).
Di dalam tatanan kehidupan Suku Nias, salah satu adat yang unik adalah sistem atau adat pernikahan (fangowalu) yang masih terpelihara dan dijunjung tinggi oleh masyarakatnya hingga saat ini.
Sayangnya, beberapa orang dari suku lain mengatakan ada ritual aneh dalam setiap proses pernikahan Suku Nias, seperti yang baru-baru ini diungkapkan di facebook oleh pemilik akun bernisial MH yang mengatakan bahwa ayah pengantin pria yang menjalani malam pertama dengan pengantin wanita.
Menanggapi sekaligus membantah isu negatif yang telah tersebar selama ini, Pemuda Peduli Nias (PPN) menyelenggarakan diskusi dengan tema “Mengenal Adat Istiadat Suku Nias” dengan menghadirkan sejumlah narasumber.
Para narasumber yang dihadirkan adalah Pastor Johannes Hammerle Ofm.Cap (Budayawan sekaligus Pendiri Museum Pusaka Nias), Dr Drs Sadieli Telaumbanua M.Pd (Akademisi), Dr Hilmar Farid (Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan RI), Firman Jaya Daeli (Tokoh Masyarakat Nias), dan Dr Niru Anita Sinaga SH MH (istri dari salah satu tokoh masyarakat Nias untuk mengungkap apakah benar atau tidak tuduhan negatif yang selama ini beredar).
Ketua Panitia, Bruno Adolf Richard Telaumbanua, mengatakan bahwa penyelenggara bahwa diskusi ini diselenggarakan bukan hanya untuk membantah isu negatif yang selama ini ditujukan kepada Suku Nias, tetapi juga bertujuan untuk memperkenalkan keunikan adat istiadat dan budaya kepada masyarakat luas.
Masyarakat Suku Nias selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan adat istiadat serta mengedepankan etika, moral dan kehormatan keluarga, tuturnya.
Pastor Johannes Hammerle Ofm.Cap, Budayawan sekaligus Pendiri Museum Pusaka Nias, mengatakan bahwa salah satu kata kunci untuk Nias ialah NIHA (manusia). Oleh karena itu, kepulauan yang terletak di sebelah Barat Sumatera itu disebut Tano Niha, tanah yang merupakan kediaman manusia.
Dalam setiap proses kehidupan masyarakat Suku Nias, selalu mengedepankan perbuatan yang manusiawi. Pernyataan negatif yang selama ini beredar, tidak benar! Sama sekali tidak ada dalam budaya Suku Nias, ungkap Johannes.
Dalam kesempatan yang sama, Dr Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, menambahkan bahwa pemerintah memberikan perhatian lebih pada pelesatarian kebudayaan di Indonesia.
Pada bulan April 2017 mendatang, pemerintah akan mengesahkan Rancangan Undang Undang tentang Kebudayaan menjadi Undang Undang. Dalam Undang Undang tersebut, mengatur tentang sanksi bagi pelaku penghinaan yang ditujukan kepada kebudayaan suku-suku di Indonesia, tambahnya.
Dengan diselenggarakannya diskusi ini dapat menumbuhkan rasa cinta pemuda-pemudi Nias, khususnya yang berada di perantauan terhadap adat istiadat yang diwarisi secara turun temurun, tutupnya.(wol/eko/data3)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post