
JAKARTA – Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshiddiqie, menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera merevisi Peraturan KPU (PKPU) untuk mengakhiri polemik tentang calon peserta pilkada (cakada) yang berstatus tersangka.
“Revisi aturan KPU saja, tidak perlu lewat undang-undang (UU). Buat saja untuk mengisi kekosongan, KPU bisa buat peraturan,” ujar Jimly di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (29/3/2018).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu berujar, pihak-pihak yang berkepentingan dapat menggugat PKPU tersebut ke Mahkamah Agung (MA) jika merasa dirugikan. Karena itu, Jimly menyarankan penyelenggara pemilu segera menerbitkan PKPU tersebut.
“Kalau orang tidak suka dengan aturan itu, gugat saja ke MA. Butuh waktu tiga bulan judicial review di MA. Ini kan soal pengaturan aksi. Jadi, saran saya segera saja terbitkan PKPU, walau nanti kontroversial,” terang Jimly.
Dia menambahkan, PKPU yang mengakomodasi penyelesaian permasalahan calon kepala daerah yang tersangkut pidana bisa dicabut lagi setelah selesai Pilkada Serentak 2018. Menurutnya, merevisi atau membuat PKPU jauh lebih baik ketimbang penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
“Kalau sudah selesai bulan Juni cabut lagi enggak apa-apa daripada mengharapkan produk yang bikin kontroversi lain, yaitu Perppu. Sudah kebanyakan Perppu kita,” tutur Jimly.
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu menambahkan, KPU memiliki kewenangan atributif untuk merevisi atau menerbitkan PKPU. Asalkan, PKPU tersebut tidak bertentangan dengan UU. Sebab itu, bila ada pihak yang tidak setuju dengan PKPU, bisa menggugatnya ke MA.
“Karena ini (PKPU) peraturan di bawah UU maka gugatnya ke MA. Jadi buat PKPU, enggak usah ragu-ragu untuk mengatasi kekosongan hukum. Calon yang sudah menjadi tersangka dibatalin,” jelas Jimly.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menyarankan KPU merevisi PKPU untuk ‎menengahi polemik pergantian calon kepala daerah peserta pilkada yang berstatus tersangka. Menurut Kalla, PKPU lebih ringkas prosesnya ketimbang penerbitan Perppu.
“Kalau ingin segera ya PKPU itu lebih ringkas dan lebih baik. Daripada Perppu ke DPR lagi. Panjang urusannya,” ujar Kalla di kantornya, Selasa 27 Maret 2018.
Usulan penerbitan Perppu sebelumnya disampaikan KPK menanggapi imbauan Menko Polhukam Wiranto soal penundaan penetapan tersangka calon kepala daerah. Namun, menurut pemerintah, penerbitan Perppu belum mendesak untuk dilakukan. Pasalnya, tidak ada kondisi genting yang memaksa.
Senada dengan pemerintah, Jimly Asshiddiqie juga mengimbau negara tidak ‘mengobral’ penerbitan Perppu.‎
“Kita jangan terlalu murah dengan Perppu itu. Mentok sedikit Perppu. Diskusi sedikit, mentok, Perppu. Nanti terlalu banyak Perppu kita punya. Perppu itu hanya khusus untuk keadaan genting dan memaksa,” kata Jimly di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu 28 Maret 2018.
Penerbitan Perppu, kata Jimly, juga harus melewati serangkaian prosedur. Tujuannya tidak lain agar negara tidak terjebak pada sikap royal untuk menerbitkan aturan hukum ini.
Discussion about this post