JAKARTA, WOL – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Salah satu yang dibahas adalah soal perbedaan sistem pilpres yang berlaku di Indonesia dengan negara lain.
Jimly mengatakan pemilihan presiden Rusia yang digelar pekan lalu juga turut menjadi topik menarik yang dibahas bersama JK. Dalam pemilu Rusia itu, Vladimir Putin kembali terpilih jadi Presiden untuk keempat kalinya.
Menurutnya, ada dua sistem yang berbeda antara Indonesia dengan negara beruang merah itu, terutama soal masa jabatan presiden dan pengajuan capres independen.
“Saya sampaikan hasil pengamatan saya ke pak wapres bahwa konstitusi Rusia beda sama kita. (Aturan) di sana menyebut presiden hanya menjabat dua periode tapi tidak ada pembatasan sesudahnya bisa calonkan lagi apa enggak, makanya Putin ini sudah empat kali (jadi presiden),” ujar Jimly di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (29/3).
Berlakunya aturan ini dinilai menarik karena China juga menerapkan aturan yang tak berbeda jauh. Beberapa waktu sebelumnya, Presiden China Xi Jinping mengubah konstitusi tentang masa jabatan presiden menjadi seumur hidup. “Ini kecenderungan yang menarik,” katanya.
Di sisi lain, Putin juga unggul dalam pilpres meski maju sebagai calon independen. Jimly mengatakan lemahnya posisi partai politik di Rusia, membuat calon independen menjadi lebih ‘laku’.
Dari 70 capres yang mendaftar, kata Jimly, terdapat 24 calon dari parpol dan 46 sisanya berasal dari independen. Namun usai diseleksi komisi pemilihan setempat, hanya enam orang yang lolos dari parpol dan dua dari calon independen termasuk Putin.
“Ini menarik sebagai perbandingan kesulitan yang dihadapi bangsa Indonesia. Pak wapres sangat antusias dan ini jadi pelajaran menarik,” ucap Jimly.
Tak hanya sistem di Rusia, Jimly juga menyinggung sistem masa jabatan presiden di China. China menerapkan aturan yang tak berbeda jauh dengan Rusia. Bahkan Presiden China Xi Jinping belum lama ini berhasil mengubah konstitusi tentang masa jabatan presiden menjadi seumur hidup. “Ini kecenderungan yang menarik,” kata Jimly.
Kendati demikian, mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini membantah bahwa sistem konstitusi soal masa jabatan presiden di Rusia atau China itu lantas dijadikan rujukan oleh Indonesia.
Terlebih belakangan, wacana melakukan amendemen terhadap masa jabatan wapres JK untuk maju kembali sebagai cawapres mendampingi Joko Widodo pada pilpres 2019 mengemuka.
Padahal sesuai aturan yang termaktub pada pasal 7 UUD 1945, presiden dan wapres tak bisa lagi mencalonkan jika sudah menjabat dua kali dalam jabatan yang sama. “Kalau aturan itu terlalu eksplisit kalimatnya. Jadi sudah jelas, kalau sudah dua kali ya artinya tidak bisa lagi,” tuturnya.
Namun terkait calon independen dalam pilpres, Jimly menilai hal itu bisa menjadi rujukan dan menjadi kewenangan pihak legislatif sebagai pembuat UU. “Kira-kira parpol mau apa enggak, itu saja masalahnya,” demikian Jimly. (cnnindonesia/ags/data2)
Discussion about this post