JAKARTA, Waspada.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan peringatan terhadap Umar Ritonga, salah satu tersangka dugaan suap proyek tahun anggaran 2018 di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu. Umar masih dalam pelarian setelah lolos ketika hendak ditangkap oleh tim penyidik KPK, Selasa (17/7) lalu.
“Umar Ritonga agar bersikap koperatif dan segera menyerahkan diri ke KPK. Imbauan ini berlaku sampai Sabtu, 21 Juli 2018. Jika tidak, KPK akan memproses penerbitan DPO (daftar pencarian orang) untuk yang bersangkutan,” demikian pernyataan tertulis disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Jumat (20/7).
KPK juga memperingatkan supaya keluarga dan kolega Umar tidak ikut menyembunyikan tersangka suap itu, dan mau membujuk Umar datang ke KPK atau menyerahkan diri ke Polres Labuhanbatu, atau kantor kepolisian terdekat.
KPK juga sedang memburu Direktur PT Peduli Bangsa Afrizal Tanjung, yang merupakan saksi kunci dan diduga berperan dalam pencairan cek di Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Mereka juga meminta kepada pihak-pihak yang mengetahui keberadaan Umar supaya segera menghubungi KPK.
“Kami ingatkan, sikap kooperatif akan lebih baik dan menguntungkan bagi tersangka, saksi, dan proses hukum ini,” lanjut Febri.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, mengatakan Umar sempat melawan tim penindakan KPK, saat akan ditangkap usai keluar dari bank di Kabupaten Labuhanbatu. Dia mengatakan kehadiran Umar ke bank untuk mengambil uang sebesar Rp500 juta diduga buat menyuap Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap.
Saut melanjutkan Umar bertindak nekat dengan hendak menabrak tim penyidik KPK yang menghadang mobilnya. Meski penyidik KPK sudah menunjukkan kartu tanda pengenal, Umar tetap dan kabur. Menurut Saut, uang Rp500 juta diduga diberikan oleh pemilik PT Binivian Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra.
Umar, Pangonal Harahap, dan Effendy Sahputra sebagai tersangka suap terkait proyek-proyek tahun anggaran 2018 di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu.
Pangonal dan Umar diduga menerima Rp500 juta dari Effendy terkait proyek PT Binivian. Uang tersebut diduga bersumber dari dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantauprapat. Dalam penangkapan yang dilakukan terhadap Pangonal dan lima orang lainnya, tim penindakan KPK turut menyita bukti transaksi sebesar Rp576 juta.
Uang itu diduga merupakan bagian dari permintaan jatah (fee) Pangonal sekitar Rp3 miliar. KPK menetapkan Pangonal dan Umar sebagai penerima suap, sementara Effendy sebagai pemberi uang pelicin. (wol/aa/cnn/data1)
Editor: AUSTIN TUMENGKOL
Discussion about this post