
JAKARTA, Waspada.co.id – Partai politik (parpol) diminta lebih ketat dalam melakukan penyaringan calon kepala daerah menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan mantan terpidana korupsi boleh ikut Pilkada setelah jeda 5 tahun usai jalani hukuman.
“Dunia politik itu memperebutkan kekuasaan sehingga penyaringan terhadap SDM-nya harus kebih ketat. Karena itu, wajar jika ada Peraturan KPU yang melarangnya,” kata pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Hajar Fickar kepada Okezone, Jakarta, Minggu (15/12/2019).
Menurut Fickar, apabila napi korupsi tidak dilarang atau dibatasi untuk mengikuti kontestasi perpolitikan, hal itu dapat mempengaruhi persepsi publik lintas kekuasaan, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
“Wajar jika regulasi pelarangan eks napi koruptor mencalonkan diri di dunia politik (kepala daerah atau legislatif-red) diperlakukan,” ujar Fickar.
Ia berpandangan, dengan kurun lima tahun merupakan waktu yang ideal untuk seseorang napi koruptor merenungkan kesalahan yang pernah dibuatnya sebelumnya.
Sehingga, kata Fickar, dalam waktu itu, napi koruptor juga bisa mereflesikan dirinya apakah akan kembali maju dalam perpolitikan atau tidak.
“Tapi juga membatasinya pada kurun 5 tahun agar dapat berkontemplasi untuk meneruskan maju ke politik atau tidak,” ujar Fickar.
Menurut Fickar, jangka waktu itu mampu menurunkan hasrat seseorang yang ingin berpolitik untuk melakukan praktik-praktik korupsi.
“Di samping kurun waktu 5 tahun itu diharapkan bisa menurunkan bahkan menghilangkan libido koruptif,” tutup Fickar.
Discussion about this post