MEDAN, Waspada.co.id – Perkembangan bisnis di Indonesia dalam kurun waktu satu dekade terakhir telah memasuki babak baru dengan semakin berkembangnya bisnis dan transaksi internasional yang dilakukan oleh para pelaku usaha.
Sengketa bisnis yang melibatkan perusahaan asing dan perusahaan lokal pun makin marak bahkan tak jarang berujung pada arbitrase internasional.
Terbukti, jumlah kasus sengketa bisnis yang melibatkan perusahaan Indonesia di tingkat arbitrase internasional pun makin meningkat tajam. Ada 62 kasus yg melibatkan perusahaan Indonesia di Singapore International Arbitration Centre (SIAC).
Dirilis dari Kontan, jumlah ini melonjak drastis dari tahun-tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, pada tahun 2017 hanya ada 32 kasus yang melibatkan perusahaan Indonesia di SIAC. Jumlah 62 kasus itu menempatkan Indonesia menjadi negara nomor 5 yang paling banyak berperkara di SIAC, setelah Amerika Serikat, India, Malaysia, dan China.
Kondisi ini sangat membutuhkan pemahaman praktek atas hukum bisnis internasional. Hukum bisnis internasional sebagai pedoman dan sumber hukum dalam penyelesaian konflik atau sengketa yang terjadi. Berdasarkan fakta ini, hukum bisnis internasional hadir sebagai suatu disiplin ilmu berkembang secara pesat dalam jangka waktu satu dekade terakhir.
Menjawab tantangan perkembangan Bisnis dan Hukum Bisnis Internasional tersebut, Universitas Prasetiya Mulya (UPM) menyelenggarakan Program Studi Sarjana International Business Law (S1 IBL)
Menurut Kepala Program Studi S1 IBL, Atur Tetty Lubis, MBA, LL.M prodi IBL menggunakan pendekatan praktikal, komparatif dan kolaboratif. Sistem hukum di dunia terbagi dalam dua kategori dominan, common law dan civil law system. Akan tetapi, pengaruh globalisasi dan dengan semakin tingginya transaksi trans nasional maka sistem hukum yang dipakai di berbagai negara menjadi fluid.
“Lulusan hukum bisnis internasional harus memiliki pengetahuan yang kuat mengenai kedua sistem hukum tersebut. Legal sensing and legal enriching through practical approach menjadi highlight program S1 IBL, sehingga dalam setiap mata kuliah mahasiswa akan melakukan kunjungan industri (law firm, international institution and Multi-National Companies) serta sesi kuliah tamu oleh praktisi/ahli hukum dengan topik aktual dan relevan,” jelas Tetty Lubis.
Di samping itu, mahasiswa akan dibekali dengan kemampuan basic lawyering melalui mata kuliah dan workshop wajib seperti legal drafting, legal review, dan legal due diligence.
Setiap mahasiswa harus mengikuti minimal empat workshop yang memberikan pembekalan praktis kepada mahasiswa untuk bidang-bidang hukum bisnis dalam konteks internasional yang on-demand saat ini, seperti Intelectual Property Rights dan International Contract Law.
Melalui workshop ini, lulusan S1 IBL dapat berperan sebagai sarjana hukum yang terampil dalam menangani perkara-perkara hukum antar negara. Di akhir masa studi, mahasiswa diberikan pilihan menyelesaikan tugas akhir dalam bentuk skripsi, case handling improvement (bekerja sama dengan institusi hukum/law firm terkemuka), dan lawyerpreneurship project (simulasi pendirian law firm)
Atur menjelaskan Legal Ethics juga menjadi perhatian besar prodi ini.
“Profesi Lawyers adalah profesi yang sangat bias antara personal integrity dan billing hours atau uang. Lulusan S1 IBL diharapkan menjadi sarjana yang lebih mengedepankan etika dalam menjalankan profesinya,†terang Tetty Lubis.
Melihat kebutuhan dan perkembangan dalam dunia bisnis, prodi ini memfokuskan prodinya dalam tiga jurusan yakni International Comparative Commercial Law, International Maritime, Air, and Space Law serta Privacy and Cyber Security Law.
Melalui ketiga jurusan ini, lulusan S1 Internasional Business Law diharapkan memiliki kemampuan yang komprehensif dalam bidang hukum bisnis internasional. Hal ini mencakup menganalisis kasus hukum, analisa praktik regulasi dan hukum bisnis internasional, menyelesaikan sengketa bisnis internasional di luar pengadilan (alternative dispute resolution) dan legal soft skill seperti pengetahuan tentang budaya internasional, etika, dan perilaku manusia.
S1 International Business Law lebih fokus pada pengetahuan dan keterampilan praktik hukum sebagai profesional hukum yang andal dan mumpuni dalam kegiatan-kegiatan bisnis internasional antara lain dalam pembuatan perjanjian internasional, perancangan pembiayaan internasional, perdagangan internasional, transportasi dan logistik internasional, proses merger dan akuisisi perusahaan internasional, perjanjian dan konsorsium infrastruktur dan konstruksi, perlindungan hak kekayaan intelektual, penyelesaian sengketa bisnis internasional di luar lembaga peradilan seperti mediasi dan arbitrase berdasarkan hukum dan perjanjian internasional.
Universitas Prasetiya Mulya tak lelah menyuburkan bibit-bibit pengacara bisnis yang berpotensi dalam diri mahasiswa dengan mengundang Praktisi Hukum yang prominen sebagai dosen tamu dalam perkuliahan umum, seperti Prof. Dr. Topane Gayus Lumbuun, SH, MH (Hakim Agung 2011-2017) dan Emmy Yuhassarie, SH, LLM (ahli hukum korporasi).
Selain perkuliahan umum, S1 IBL juga aktif dengan berbagai workshop hukum guna membahas masalah aktual yang ada di Indonesia, seperti membahas potensi dan regulasi dalam pemanfaatan dimensi udara dan ruang antariksa bersama TNI AU dan LAPAN.
Prasetiya Mulya berhasil mendesain proses pembelajaran yang terstruktur dan berimbang antara teori dan praktik, atau dikenal dengan Faculty Member yang diwarnai oleh praktisi dan profesional, sehingga Sarjana S1 International Business Law Prasmul diharapkan dapat menjawab kebutuhan akan keberadaan praktisi hukum bisnis internasional di Indonesia maupun secara global. **
Discussion about this post