JAKARTA, Waspada.co.id – Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendorong pemanfaatan energi gas bumi sebagai substitusi bahan bakar minyak (BBM) yang semakin sulit dan butuh devisa negara besar untuk melakukan impor. Perlu ada kebijakan yang lebih kuat untuk melakukan terobosan konversi terhadap penggunaan BBM ke gas.
“Cadangan gas kita jauh lebih banyak, kalau di sektor minyak kita impor, kebutuhan domestik kita impor. Sementara gas hampir separuh kita ekspor, kenapa nggak kita konversi saja, hari ini konsumsi kita ke gas,†ungkap Wakil Ketua Komisi VII Gus Irawan Pasaribu di gedung Sekretariat PB HMI, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Pihaknya pun akan mendorong rencana pemakaian gas tersebut. Akan tetapi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang telah memasang target akan membangum 35 juta sambungan jaringan gas dirasa akan berat.
“Pemerintah kalau dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hanya mampu 200 ribu (jargas) padahal sudah declare 35 juta. Kalo 35 juta dibagi 200 ribu baru berapa itu selesai? Apa 50 tahun, makanya kita dorong,†katanya.
Dia pun mengapresiasi sikap dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk yang akan membantu pemerintah memenuhi target. Dengan begitu, sub-holding migas itu diharapkan dapat segera membangun jargas tersebut dengan skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).
“PGN siap untuk itu, tapi butuh alokasi gas, dia kan tidak punya sumber gas dia trading kan. Gas perlu dibuat juga supaya ada jaminan pasokan. PGN tidak berani investasi infrastuktur kalau tidak ada jaminan pasokan gas. jika dia bangun infrastruktur tapi tidak ada gasnya, mau gimana ngalirnya,†tutur dia.
Selain itu, cara lainnya adalah dengan menjalankan roadmap dari program B30 (bio diesel). Pasalnya, penanaman kelapa sawit jika tidak ada penyerapan, dikhawatirkan produksinya akan terus meningkat.
“Harus ada terobosan, misalnya B30, kalau udah siap jangan tunggu tahun depan, CPO (kelapa sawit) kita bermasalah karena di banned di Eropa. Kalau sudah siap jangan tunggu tahun depan. B30 roadmapnya itu 2020-2025 itu untuk mengatasi persoalan CPO kita,†tutupnya. (wol/min/data3)
Editor: Agus Utama
Discussion about this post