
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepertinya belum tertarik melakukan pengusutan dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait keberadaan eks caleg PDIP Harun Masiku yang menjadi buronan atas kasus dugaan suap proses PAW.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut sampai saat ini pihaknya belum menemukan adanya unsur upaya merintangi penyidikan terkait keberadaan Harun.
“Kami tidak memandang sejauh itu ya (adanya dugaan merintangi penyidikan, red),” kata Ali Fikri di Jakarta, Rabu 22 Januari 2020.
Menurut dia, KPK memilih menunggu proses pendalaman yang dilakukan Imigrasi. Dari pendalaman ini akan diketahui faktor yang membuat Imigrasi Delay Time menginformasikan kembalinya Harun ke Indonesia.
“Dari Dirjen Imigrasi akan melakukan pendalaman. Tentunya itu adalah informasi positif, informasi yang bagus. Apa nanti kemudian di sana ada unsur kesengajaan, atau lalai ataupun yang lainnya, tentu perlu pendalaman dulu ke sana,” ujar Ali.
Di sisi lain, jelas dia, KPK tidak merasa dibohongi oleh rangkaian informasi yang diberikan Imigrasi mengenai keberadaan Harun. Menurut Ali, hal tersebut mengingat hubungan baik antara KPK dan Ditjen Imigrasi.
Apalagi, kata dia, informasi dari Imigrasi bukan satu-satunya informasi yang diterima KPK mengenai keberadaan Harun Masiku.
“Kami tidak memandangnya sampai ke sana (dibohongi Imigrasi, red). Yang jelas karena ini ada hubungan yang baik dengan Imigrasi maka informasinya tentu kami terima. Informasinya kami terima sebagai salah satu informasi. Itu yang terpenting,” papar Ali.
Merintangi proses penyidikan atau penuntutan atau obstruction of justice tercantum dalam Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Pasal itu menyatakan, “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.”
Ditjen Imigrasi Kemenkumham sebelumnya mencatat bahwa Harun Masiku sudah berada di luar negeri sejak Senin 6 Januari 2020. Tetapi, ternyata informasi terbaru yang mengejutkan bahwa Harun sudah ada di Indonesia sejak 7 Januari.
Discussion about this post