BELAWAN, Waspada.co.id – Belum maksimalnya pelayanan wajib pandu di perairan Selat Malaka mengancam keselamatan maritim di Selat Malaka. Hal itu dibuktikan dengan kandasnya Kapal MV Shahraz berbendera Iran dan Kapal MV Samudera Sakti 1 berbendera Indonesia.
Demikianlah ditegaskan Presiden Indonesian Maritime Pilots’ Association (INAMPA), Pasoroan Herman Harianja, baru-baru ini. Akibat peristiwa itu, Herman mendesak pemerintah meningkatkan keselamatan maritim bagi kapal yang bernavigasi di Selat Malaka dan Selat Singapura.
MV Shahraz dengan IMO (International Maritime Organization) No 9349576 kandas di atas karang berakit dekat jalur TSS East Bound pada posisi 0111283’N-10352876’E. Lalu, MV Samudera Sakti 1 IMO No 9238258 juga kandas di atas karang batu berakit pada posisi sekitar 300 yards sebelah Selatan MV Shahraz, dekat jalur TSS East Bound Selat Singapore pada posisi 0111116’N- 10352950’N.
“Peristiwa itu terjadi pada 10 dan 11 Mei lalu. Kejadian ini sangat disayangkan, karena lokasi tersebut padat traffic dan tersedia layanan pandu dari Pelindo yang menyelenggarakan pemandu di Selat Malaka, dan BUP lainnya yang telah mendapat pelimpahan dari pemerintah,” ungkapnya
Peristiwa itu, lanjut Herman, bukan pertama kali terjadi, karena peristiwa serupa pada tahun-tahun sebelumnya juga pernah terjadi. Alhasil, kejadian ini mengancam keselamatan pelayaran bagi kapal-kapal yang berlayar di Selat Malaka.
“Kami mendesak pemerintah menjadikan jalur tersebut dijadikan perairan wajib pandu guna meningkatkan keselamatan berlayar bagi kapal-kapal yang sedang bernavigasi,†tegas Herman didampingi Vice President Bidang Hubungan Antar Lembaga/Hubungan Internasional Capt Syamsul Bahri Kautjil, M dan Pandu Selat Malaka Capt Apri Hutagalung, dan Biro Hukum Sihar HP Sihite.
Dikatakan, perhatian serius dari pemerintah dan regulasi kompeten terhadap keselamaran pelayaran akan memberikan kenyamanan bagi kapal yang melintas di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura. Pasalnya, di perairan tersebut menjadi akses pelayaran mencapai 200 kapal setiap hari dari berbagai ukuran dan jenis.
“Perlu diketahui, pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura terus didorong penerapannya, termasuk di ALKI (Alur Lintas Kapal di Indonesia) I, II, dan III untuk meningkatkan keselamatan bernavigasi di perairan juridiksi Indonesia, karena 40% perdagangan maritim dunia melalui perairan Indonesia. Makanya, Maritime Pilot menjadi sangat vital untuk meningkatkan aspek keselamatan, keamanan, sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan,†ujarnya.
Herman mengaku razia kapal-kapal yang masuk ke pelabuhan mendapat pemeriksaan oleh aparat hukum telah meresahkan pelayaran. Sebab, ada lima kapal dilakukan pemeriksaan dan penangkapan kapal nasional di laut tanpa melalui prosedur dan alasan yang mengada-ada.
Hal yang sama juga terjadi awal April lalu kala kapal yang sedang melakukan kegiatan STS (Ship to Ship) di daerah resmi di perairan Karimun (Kepri) ditangkap. Padahal, semua legalitas formal telah dipenuhi dan sesuai, karena sudah mendapat persetujuan KSOP (Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan) setempat.
Di saat ekonomi bangsa lesu karena Covid-19, pihak swasta khususnya sektor maritim pelayaran, jasa STS, dan turunannya berusaha meningkatkan devisa negara dan pekerjaan warga. Namun, ulah oknum yang tidak prosedural dan mengada-ngada membawa dampak negatif terhadap kerugian ekonomi, politik, sosial, terutama image kepada pihak luar tentang kepastian hukum berbisnis di Indonesia. Inampa bersama INSA dan asosiasi maritim lainnya berharap agar Presiden Jokowi segera menuntaskan hal tersebut.
“Kita terlalu banyak instansi yang mengurusi dan campur tangan di laut, seyogianya Coast Guard Indonesia sebagaimana diamanatkan UU No17 Tahun 2008 harusnya tampil sebagai instansi yang bertanggung jawab,” ujar Herman.
Sebagai organisasi pilot kelas dunia, katanya, Inampa telah menerapkan standar pelayanan sesuai protokol kesehatan Covid-19 di berbagai pelabuhan, seperti Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar, dan lainnya, agar tetap bisa melayani kapal-kapal keluar masuk. (wol/ril/data3)
editor AUSTIN TUMENGKOL
Discussion about this post