MEDAN, Waspada.co.id – Pengamat Pendidikan, Rizal Hasibuan mengatakan, keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tentang peniadaan Ujian Nasional (UN) telah disesuaikan dengan masa kondisi Indonesia yang sedang dilanda pandemi Covid-19.
Adapun keputusan Kemendikbud itu tertuang dalam Surat Edaran nomor. 1 tahun 2021 tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan serta pelaksanaan ujian sekolah dalam masa darurat penyebaran Covid-19.
“Kebijakan itu memang dibuat untuk memahami kondisi pandemi saat ini. Nanti penilaian UN tersebut akan diganti menjadi dari guru kelas. Tetapi keputusan ini memiliki beberapa resiko,” katanya saat dikonfirmasi, Sabtu (6/2).
Resiko pertama, kata Rizal, Indonesia masih butuh sebuah standar pendidikan di tingkat nasional, regional, atau Daerah kabupaten/kota. Menurutnya, kalau UN tidak ada, maka hasil evaluasi pembelajaran yang dilakukan sekolah tidak bisa dibandingkan sekolah lain.
Selanjutnya, yang kedua adalah hasil ujian tersebut tidak bisa digunakan dalam pengambilan keputusan, Karena tidak bisa dibandingkan. “Dulu itu kan bisa dibandingkan, ternyata ada daerah yang nilainya lebih rendah dari standar pendidikan. Lalu mereka diberikan support dalam bentuk bantuan penguatan,” sebutnya.
Meskipun dalam implementasi di lapangan para guru dan dinas pendidikan berusaha melampaui itu dengan cara yang curang. Namun hal itu tidak bisa menjadi tumpuan karena sifatnya kasuistik.
Seterusnya, yang Ketiga adalah, masa pandemi Covid-19 kontrol dari sekolah melalui dinas pendidikan itu lemah terhadap pembelajaran karena daring. Sekolah sangat sulit untuk memonitoring serta memberi sanksi tegas yang terhadap guru – guru yang tidak melakukan pembelajaran sesuai dengan standar.
“Misalnya masalah waktu pertemuan. Anak – anak waktu online itu, kalau belajar 30 menit, 15 menit sudah bosan. Kemudian terkait materi pembelajaran juga akan sulit untuk dimonitoring,” ujarnya.
“Masukan agar pemerintah lakukan evaluasi kepada kebijakan ini tahun depan untuk dibandingkan tahun sebelumnya. Karena menurut saya kita akan kehilangan generasi sebab pembelajaran yang dilakukan di sekolah tidak berstandar,” sambungnya.
Selain itu, Rizal mengungkapkan, Guru akan sulit untuk objektif dalam memberikan nilai. Meskipun dalam satu kelas untuk SMA dan SMP sudah ada guru mata pelajaran. Akan tetapi menurutnya, kecenderungan yang sering terjadi Guru akan memberikan nilai yang bagus.
“Ini akan menjadi peristiwa buruk kepada anak didik. Mereka akan katakan, kita tidak belajar aja mendapat nilai bagus,” ungkapnya.
“Terkait indikator kepribadian sudah bagus namun cara mengukurnya masih menjadi problem. Misalnya, belajar tidak tatap langsung bagaimana menguji kepribadiannya,” tukasnya. (wol/man/data3)
Editor: Agus Utama
Discussion about this post