MEDAN, Waspada.co.id – Praktisi Hukum Eka Putra Zakran menilai bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri soal penggunaan seragam dan atribut di lingkungan sekolah justru akan membuat stabilitas nasional semakin terguncang.
“SKB 3 menteri terkait seragam sekolah sepertinya justru akan bikin gaduh secara nasional, karena menuai banyak pro dan kontra. Hemat saya SKB tersebut sebaiknya dicabut atau dibatalkan demi kemaslahatan dan stabilitas nasional,” ungkapnya, Minggu (21/2).
Eka menjelaskan bahwa sikap reaktif dan terkesan berlebihan yang ditunjukkan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian dan Menag Yaqut Cholil Qoumas menyoal seragam sekolah sehingga membuat SKB 3 menteri dikhawatirkan dapat menjadi masalah baru yang akan menuai konflik antara pusat dengan daerah.
Ia berpandangan, masalah seragam atau atribut sekolah tidak perlu harus sampai menjadi urusan yang sifatnya nasional. Biarlah setiap daerah diberikan kewenangan.
“Itu hanya masalah lokal, jadi cukup pemerintah daerah (Pemda) saja yang mengurusnya agar tidak menjadi masalah baru antara pusat dan daerah, sebab urusan seragam sekolah itu merupakan kewenangan lokal, jadi cukup pemda sajalah yang mengurusnya, sesuai kewenangan yang diatur dalam Undang-undang No 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,” imbuhnya.
Dikatakannya, bila dicermati dengan seksama, daerah yang menerapkan seragam khusus pada setiap siswanya, itu dikarenakan lebih kepada kearifan lokal yang dimiliki oleh masing-masing daerah yang sejatinya harus dihormati oleh pusat.
“Baik kata pepatah, lain lubuk lain pula ikannya. Jadi mengenai seragam ini serahkan saja ke masing-masing pemda untuk mengurusnya. Apalagi masalah pendidikan merupakan tanggung jawab antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota,” jelasnya.
Dikatakan lagi, dalam pelaksanaannya bukan sepenuhnya merupakan kewenangan pusat tapi juga melekat pada kewenangan daerah.
“Jangan sampai kearifan lokal tergerus, sehingga dunia pendidikan kita menjadi sekuler. Toh, pusat juga kan sudah pernah mengeluarkan Permendikbud No 45 tahun 2014 tentang pakaian seragam, ya kalau ada yang belum berjalan atau kurang efektif silakan dilakukan sosialisasi ulang agar Permendikbud tersebut berjalan efektif,” ucapnya.
“Jangan dikit-dikit buat SKB 3 menteri. Memang tidak ada yang melarang, tapi kalau tumpang tindih antara kepentingan pusat dan kearifan lokal di daerah juga kan gak bagus,” tambahnya.
Ia menambahkan, khusus pakaian seragam sekolah di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, memang sudah berjalan efektif pemakaian seragam sekolah perempuan dengan memakai jilbab berdasarkan intruksi Walikota Padang tahun 2005.
“Input dan output pakai jilbab ini kan bagus, sebab itu untuk apa dipersoalkan lagi sampai membuat SKB 3 menteri, hemat saya sebaiknya SKB itu segeralah dicabut. Jangan membangun wacana atau diksi intoleran, radikal dan istilah-istilah lain yang pada akhirnya hanya menuai pro dan kontra di tengah masyarakat,” tandasnya.
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan aturan terkait pemerintah daerah dan sekolah negeri soal seragam beratribut agama. Aturan yang tercantum dalam SKB 3 Menteri itu menyatakan, pemda maupun sekolah tidak diperbolehkan untuk mewajibkan atau melarang murid mengenakan seragam beratribut agama.
Lahirnya SKB 3 Menteri ini merupakan upaya untuk mencari titik persamaan dari berbagai perbedaan yang ada di masyarakat. SKB tersebut ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. (wol/ryan/data3)
Editor: Agus Utama
Discussion about this post