MEDAN, Waspada.co.id – Kisruh dualisme Yayasan Pendidikan dan Sosial Dwiwarna selaku penyelenggara pendidikan Institut Teknologi Medan (ITM) yang berlarut-larut menyebabkan proses belajar dan mengajar serta jadwal wisuda sarjana terganggu hampir satu tahun.
Berbagai upaya dan dialog dilakukan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi atau LLDikti Wilayah I Sumut dengan mengundang ke dua pihak Yayasan Pendidikan dan Sosial Dwiwarna yang saling mengklaim sebagai pembina yayasan yakni Cemerlang dan Dr Mahrizal Masri. Namun kesepakatan mengakhiri konflik dualisme yayasan justru belum menemui titik terang.
Dampak konflik yayasan menyebabkan dualisme Rektor ITM yakni Pelaksana Tugas atau Plt Rektor Ir Ramlan Tambunan MSc, yang ditunjuk oleh pembina yayasan bernama Cemerlang. Adapun Rektor ITM versi pemilihan Senat Institut tahun 2020, Dr Kuswandi STMT, tidak diakui LLDikti, membuat konflik semakin tajam. Akibatnya nasib ribuan mahasiswa kian tak menentu.
Menanggapi konflik ITM, salah seorang alumni Teknik Geologi Sahat Simatupang menyatakan keprihatinannya. Sebagai mahasiswa aktivis kampus, Sahat berharap ITM segera mengakhiri kemelut dualisme yayasan.
“Sangat kami sesalkan jika kemelut dualisme yayasan merembet menjadi dualisme Rektor yang berunjung ancaman sanki pembekuan atau pencabutan izin penyelanggaraan pendidikan ITM meskipun itu tak mudah,” katanya, Sabtu (27/3).
Perkembangan terbaru, Sahat mengungkapkan puluhan dosen dan karyawan dipecat atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dengan alasan dampak Covid-19. Anehnya, surat PHK itu ditandatangani Munajat SE MSi selaku pengurus Yayasan Pendidikan Dan Sosial Dwiwarna dan Plt Rektor ITM Ramlan Tambunan MSc.
“PHK massal dosen dan karyawan ITM justru menambah masalah baru. Seharusnya LLDikti secara tegas melarang penggunaan wewenang akademis dan non akademis seperti PHK massal saat upaya penyelesaian konflik tengah ditempuh,” ungkap Ketua Umum DPP Relawan Jokowi Relawan Indonesia Kerja (RIK) tersebut.
Sahat menilai penyebab kisruh berkepanjangan di ITM justru karena LLDikti antara mengakui dan tak mengakui Plt Rektor Ir Ramlan Tambunan MSc yang diangkat atau ditunjuk yayasan.
“Seharusnya LLDikti secara tegas tak mengakui Ramlan Tambunan sebagai Rektor, karena tata cara pemilihan Rektor yang sah dipilih Senat Institut dan bukan diangkat atau ditunjuk Pembina Yayasan Pendidikan Dan Sosial Dwiwarna, sesuai bunyi Statuta ITM. Jadi sebenarnya Ketua LLDikti yang lama Prof Dian Armanto mungkin tanpa sadar membuat konflik ITM ini jadi berlarut -larut,” terangnya.
Sebagai alumni yang peduli dengan kampus, Sahat mengaku sedih karena kampus tempatnya menimba ilmu dan belajar berorganisasi terancam tutup karena dualisme yayasan.
“Kami terpanggil ikut menyelesaikan masalah ITM dengan mencari cara penyelesaian yang tidak merugikan hak mahasiswa dan dosen,” akunya.
Sahat juga mengingatkan pembina dan pengurus Yayasan Pendidikan Dan Sosial Dwiwarna saat ini, para pendiri Yayasan Dwiwarna yang namanya tidak dicantumkan dalam akte notaris khususnya dari keluarga para veteran masih ada.
“Kembalikan semuanya kepada aturan Undang-Undang Yayasan dan Statuta ITM. Kampus ITM jangan sampai sengaja ditutup dan dijual. Kami juga minta LLDikti agar memahami akar masalah ITM yang sebenar-benarnya,” pungkasnya.(wol/lvz)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post