MANDALAY, Waspada.co.id – Sejak kudeta berlangsung 1 Februari lalu, kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menuturkan setidaknya lebih dari 700 orang tewas, termasuk anak-anak dan pemuda.
Meski terus tersudut sanksi dan berbagai tekanan internasional, junta Militer Myanmar masih berkeras membela kudeta dan menggunakan kekerasan terhadap para penentangnya. Berdasarkan laporan UN Children, 46 anak terbunuh sejak kudeta.
Selain itu, sebanyak lebih dari tiga ribu orang juga telah ditahan junta karena berpartisipasi dalam demonstrasi anti-kudeta. Salah satu anak, Htoo Myat Win, dilaporkan tewas tertembak ketika peluru menghantam jendela kaca rumahnya di Shwebo pada 27 Maret lalu.
Juru bicara junta militer Myanmar, Mayor Jenderal Zaw Min Tun, membantah pihaknya bertanggung jawab atas kematian anak-anak selama kudeta berlangsung. Ia justru menyalahkan para demonstran yang dituduh memprovokasi anak-anak untuk “ikut dalam kerusuhan”.
“Tidak ada alasan kami akan menembak anak-anak, ini hanya teroris yang mencoba membuat kami terlihat buruk,” ucap Zaw Min Tun.
Selama ini, junta militer memang menyebut para demonstran anti kudeta sebagai teroris. Menurut Zaw, tidak mungkin seorang anak ditembak di dalam rumah mereka. Penyelidikan akan dilakukan jika itu memang terjadi.
Tak hanya menindak keras warga sipil, junta militer Myanmar juga berupaya membungkam para diplomat yang melawan rezim. Duta Besar Myanmar untuk Inggris, Kyaw Zwar Minn, dipecat junta militer karena mendukung pemerintahan Penasihat Negara, Aung San Suu Kyi, yang digulingkan.
Zwar Minn bahkan diberhentikan dengan dipermalukan junta militer. Wakilnya di kedutaan, Chit Win, ditunjuk militer untuk menduduki jabatan dubes. Chit Win pun mengunci dan mengusir Zwar Minn hingga tak bisa memasuki gedung kedutaan hingga terpaksa bermalam di dalam mobilnya.
Selain itu, utusan Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kyaw Moe Tun, juga telah memberontak junta militer. Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, Moe Tun menyerukan perlawanan dan semangat melawan junta sekaligus meminta zona larangan terbang hingga embargo senjata menekan angka kematian yang disebabkan militer.
Selain warga sipil, junta militer juga terus mendapat serangan dari milisi etnis. Gabungan sejumlah kelompok milisi etnis Myanmar menyerang kantor polisi negara bagian Shan pada Sabtu (10/4) dan menewaskan 10 orang polisi.
Milisi menyerang kantor polisi di Naungmon, negara bagian Shan. Kelompok milisi yang bergabung dan menyerang adalah Tentara Arakan, Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang, dan Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar.
Kelompok milisi itu menentang tindak kekerasan junta terhadap pengunjuk rasa. Aksi kekerasan aparat terhadap penduduk sipil Myanmar yang menentang kudeta terus meningkat. Hal itu membuat belasan kelompok bersenjata berjanji mendukung para pengunjuk rasa. (wol/man/cnnindo/data3)
editor AUSTIN TUMENGKOL
Discussion about this post