MEDAN, Waspada.co.id – Fahrul Lubis adalah seorang guru honorer yang telah mengabdi selama 19 tahun. Ia pertama kali mengajar di Sekolah Dasar (SD) 060833 Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Dia menekuni pekerjaan ini, karena merasa terpanggil untuk mendidik anak-anak bangsa. Meskipun ia hanya mendapatkan gaji senilai Rp500 ribu per tiga bulan. Bahkan yang paling memprihatinkan baginya, sempat tidak menerima gaji selama 6 bulan.
Saat ditemui Waspada Online, Fahrul mengatakan, pernah mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK) pada tahun 2014. Namun, nasib belum berpihak baik padanya, sehingga ia tidak lolos.
Karena tidak lolos dalam seleksi, sejak saat itu pula ia mendapat kepercayaan oleh pendiri Forum Honorer Indonesia (FHI). Salah satu lembaga yang konsen memperjuangkan hak-hak pegawai honorer di Kota Medan.
“Kalau ngajar itu saya dah 19 tahun, dan sampai sekarang saya masih menjadi guru honorer. Guru itukan sangat asyik, karena mendidik anak-anak agar memiliki prinsif, bisa menghargai bisa belajar yang lebih bagus lagi,” kata Fahrul kepada Waspada Online, Rabu (10/11).
Selama 19 tahun menjadi guru honorer, Fahrul mengaku tidak merasa lelah dan jenuh. Karena dia bercita-cita mewujudkan cita-cita negara untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa.
Sebab ia berpandangan, siapa lagi yang memberikan pengajaran kepada anak-anak bangsa, kalau bukan profesi guru. Selama 19 tahun bertahan menjadi guru, ia mengaku sangat senang, apalagi bisa bercengkrama dengan murid-muridnya.
“Yang pertama menurut saya hanya ingin menanamkan sikap tata krama dan sopan santun. Itu yang menjadi kesan, karena memang jamannya ini. Apalagi di era 4.0 kalau kata orang. Anak anak sekarang lebih banyak lebih tidak perduli,” ujarnya.
Dalam kondisi saat ini, mungkin sangat jarang menemui orang se ideal sosok Fahrul. Namun baginya, apa yang dia lakukan ini merupakan perjuangan yang nyata. Apalagi kata Dia, saat ini mereka di FHI sedang memperjuangkan gaji guru honorer di Kota Medan.
“Gaji guru itu kalau kita bandingkan dengan cleaning service itu lebih besar. Sementara kalau secara pendidikan guru itu minimal S1, tapi entah kenapa tidak ada perhatiannya pemerintah ini kepada nasib guru ini,” ujarnya dengan kesal.
Fahrul menceritakan, persoalan guru honorer ini, bukanlah persoalan satu atau dua tahun belakangan, akan tetapi persoalan ini sudah ada sejak 10 atau 20 tahun, yang hingga kini belum terselesaikan.
“Kalau saya berpandangan pemerintah tidak niatan untuk menyelesaikan permasalahan honor ini. Kenapa saya bilang tak ada, inilah buktinya, gaji guru kadang dikebiri,” ungkapnya.
Selain itu, Fahrul juga sangat menyesalkan, adanya perlakuan tidak adil dengan pegawai honorer instansi lain. Sebab, dari data yang ia peroleh, gaji yang didapat oleh mereka mencapai Rp 3,2 juta plus dengan BPJS.
“Sangat kita sayangkan kenapa tidak ada perhatian khusus menyelesaikan permasalahan guru honor ini. Kenapa dan ada apa dengan negara ini. Kalau tidak ada guru bagaimana ada presiden, bagaimanakah dokter dan pejabat-pejabat itu, padahal guru yang mendidik mereka jadi seorang pemimpin,” jelasnya.
Dengan demikian, ia berharap agar pemerintah mengangkat guru-guru honorer menjadi PNS, sehingga mereka bisa sejahtera dan memiliki ekonomi yang cukup.(wol/man/data3)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post