MEDAN, Waspada.co.id – Indonesia dapat berbangga dengan peningkatan penjualan CPO ke India dengan volume dan nominal mengalami kenaikan di Oktober kemarin. Kenaikan dari volume ini benar-benar mengalami peningkatan secara fundamental yang dipengaruhi harga CPO maupun kurs mata uang sebagai alat transaksinya.
Saat ini pelemahan mata uang rupiah yang terjadi saat ini dikisaran 14.400-an per US Dolar, akan tetap mendongkrak penjualan CPO khususnya dari sisi nominal. Namun, sayangnya di waktu yang bersamaan justru harga CPO belakangan ini juga mengalami penurunan. Harga CPO menjauh dari level 5.000-an ringgit per ton.
Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin menuturkan, saat ini CPO di jual dikisaran harga 4.750-an ringgit per ton, setelah 4 hari perdagangan yang sebelumnya sempat dijual dikisaran harga 4.600-an ringgit per tonnya. Jadi, diharapkan adanya peningkatan permintaan dari sisi volume ke negara importir. Karena, kalau penjualan dari sisi volume stabil atau meningkat, produksi CPO di tanah air bisa lebih stabil dan ditingkatkan.
“Ini yang sebenarnya kita harapkan. Kalau harga CPO dan kurs mata uang kan sifatnya fluktuatif, jadi tidak semestinya kita bergantung hanya dari harga maupun kurs mata uang secara berlebihan. Permintaan CPO yang naik dari sisi volume itu akan lebih mencerminkan harga di pasar. Tren kenaikan harga CPO itu sendiri juga tidak terlepas dari tren permintaannya sendiri,” tuturnya, Rabu (8/12).
Jadi, katanya, kalau stok tersedia dan permintaan cukup, besar kemungkinan harga CPO juga akan mampu bertahan. Tetapi, kalau stoknya tersedia, namun permintannya sangat labil, harga CPO masih akan terombang-ambing. Jadi, sekali lagi perlu upaya yang lebih keras untuk memasarkan CPO ke negera lain atau ke konsumen pada umumnya. Karena nilai fundamentalnya ada disitu.
“Sejauh ini, pesaing CPO di pasar yang menjadi musuh bebuyutan itu adalah kacang kedelai. Tren harga kedelai berbeda belakangan ini. Di mana kacang kedelai trennya naik. Di pekan terkahir bulan November harga kacang kedelai berada dikisaran $1.445 per metric ton, namun saat ini harganya dikisaran $1.470 per metric tonnya,” jelasnya.
Artinya, lanjutnya, kalau harga kacang kedelai mahal, seharusnya CPO memiliki peluang untuk menggantikan kacang kedelai tersebut. Tetapi lagi-lagi kita jangan terlalu berharap pada pesaing CPO tersebut. Omicron masih membayangi ekspektasi pemulihan ekonomi global. Jika omicron tidak memicu kepanikan lanjutan, saya yakin CPO harganya bisa berbalik.
“Masalah CPO saat ini adalah adanya kampanye negatif yang masih terus disuarakan. Ini jadi tantangan berat bagi sawit, sehingga penetrasi pasar CPO menjadi tidak optimal. Dan upaya untuk meningkatkan volume penjualan kerap terkendala disitu. Namun jangan patah arang. Jutaan masyarakat Indonesia masih bergantung pada tanaman sawit berikut produk turunannya,” ucapnya.
“Jadi kita harus pada satu kesimpulan bahwa sawit ini untuk kesejahteraan rakyat. Jika ingin rakyat sejahtera lewat sawit, maka penjualannya itu yang harus dinaikkan. Jangan terlalu bergantung pada harga CPO nya saja. Karena kalau penjualannya bisa naik, maka produksi harus naik, petani yang terlibat semakin banyak, harga CPO bisa terjaga, dan muaranya ada pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya,” tandasnya.(wol/eko/data3)
Editor : FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post