MEDAN, Waspada.co.id – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumatera Utara (Sumut) Teyza Cimira Tisya, mengomentari penyertaan modal Rp80 miliar di PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) pada tahun anggaran 2020.
Dikatakan, anggaran tersebut bagaikan arang habis besi binasa (pekerjaaan sia sia- red). Hal ini Ia jelaskan mengingat sampai saat ini PT PSU tidak menunjukkan kinerja yang baik.
Sebelumnya juga, Kepala biro perekonomian Pemprovsu menyatakan bahwa PT. PSU yang sebelumnya merugi Rp13 miliar pada tahun 2020 akhirnya menghasilkan laba Rp1,9 miliar dan pada tahun 2021. Peningkatannya tercatat 114, 34 persen.
Menurut Teyza, hal ini merupakan halusinasi dan perlu di analisa lebih dalam, karena PT PSU memiliki 2 pabrik pengolahan sawit yaitu di Kabupaten Batubara dan Kabupaten Mandailing Natal dengan kapasitas 40 ton/perjam dengan rata-rata operasi 20 jam.
“Namun disayangkan ketika rapat dengar pendapat dengan Komisi C DPRD Sumut, Management PT PSU tak mampu menjelaskan berapa ton CPO yang dihasilkan, dan berapa ton inti sawit, cangkang dan Miko, anehnya Kabiro Perekonomian Provsu yang dibanggakan Gubsu, memberikan pernyataan tanpa data yang valid adanya laba Rp1,9 miliar pada tahun 2021,” kata Teyza, Sabtu (22/1).
Disebutkan, jika dibandingkan dengan penyertaan modal Rp80 miliar pada Tahun 2020, maka tidak sebanding dengan hasil yang didapat.
“Jangan-jangan Rp1,9 miliar tersebut merupakan bahagian dari bunga yang diendapkan dari Rp80 miliar tersebut, coba kita berpikir jernih jika modal Rp80 miliar dipergunakan untuk pengolahan kelapa sawit kemungkinan akan mendapatkan keuntungan lebih kurang Rp6 sampai Rp7 miliar/tahun,” ungkapnya.
“Belum lagi potensi keuntungan dari areal Perkebunan PT PSU yang mencapai lebih kurang 1500 hektar yang terdapat di tiga kabupaten, Kabupaten Deliserdang, kabupaten Batubara, dan Kabupaten Mandailing Natal,” tambahnya.
Tentunya Rp1,9 miliar itu, lanjut Teyza, merupakan hasil yang mengecewakan, ditambah lagi bahwa peremajaan tanaman yang diberikan kepada pihak ketiga, diberikan konpensasi dengan menanam ubi selama tiga tahun.
“Ini cukup dahsyat, maka kita patut menduga bahwa PT PSU benar-benar tempat suburnya para koruptor.
Maka wajar jika dipertanyakan kembali pembiayaan apa yang dimaksud dengan Rp80 miliar itu, PT PSU tak ubahnya kapal keruk yang bertugas menggaruk APBD Sumut,” sebutnya.
Untuk itu, Anggota Komisi C DPRD Sumut ini meminta Gubernur Sumut (Gubsu), Edy Rahmayadi untuk dapat mencari jalan terbaik.
“Apakah dijual, atau dikelola Dinas perkebunan, holtikultura dan Ketahanan pangan atau dibiarkan dan ditelantarkan, Asal tidak jadi tempat bagi para oknum-oknum pejabat tertentu untuk mengeruk uang rakyat,” pungkasnya.(wol/man/d2)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post