Waspada.co.id, CHINA – Pemerintah China dan Rusia sepakat bergabung untuk menolak ekspansi NATO. Kedua negara bergerak “lebih dekat” bersama dalam menghadapi tekanan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya.
Moskow dan Beijing mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan kesepakatan mereka tentang sejumlah masalah selama kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk Olimpiade Musim Dingin.
Putin mengklaim kekuatan Barat menggunakan aliansi pertahanan NATO untuk melemahkan Rusia. Itu terjadi di tengah ketegangan atas Ukraina.
Pembicaraan, yang menurut Kremlin “sangat hangat” itu diadakan menjelang upacara pembukaan Olimpiade. Ini adalah pertama kalinya para pemimpin bertemu tatap muka sejak awal pandemi.
“Persahabatan antara [Rusia dan China] tidak memiliki batas, tidak ada bidang kerja sama yang ‘terlarang’,” bunyi pernyataan itu.
Rusia juga membantah berencana untuk menyerang Ukraina. Sekitar 100.000 tentara Rusia tetap berada di perbatasan dengan Ukraina, yang merupakan bekas republik Soviet.
Putin, yang telah menulis bahwa Rusia dan Ukraina adalah “satu negara”, telah menuntut agar Ukraina dilarang bergabung dengan NATO.
Meski pernyataan bersama yang panjang itu tidak merujuk langsung ke Ukraina, namun kedua negara menuduh NATO mendukung ideologi Perang Dingin.
Sementara itu, di tengah perang kata-kata yang berkembang, Amerika Serikat (AS) pada Rabu (2/2) menuduh Rusia berencana untuk melakukan serangan Ukraina palsu yang akan digunakan untuk membenarkan invasi.
Rusia membantah berencana untuk mengarang serangan, dan AS tidak memberikan bukti untuk mendukung klaim tersebut.
Sebelumnya AS mengatakan akan mengirim lebih banyak pasukan ke Eropa timur untuk mendukung sekutu NATO. Rusia mengatakan langkah itu “merusak” dan menunjukkan bahwa kekhawatirannya tentang ekspansi NATO ke arah timur dapat dibenarkan.
Selanjutnya, China dan Rusia juga menyatakan “sangat prihatin” tentang pakta keamanan Aukus antara AS, Inggris dan Australia.
Diketahui, tahun lalu Aukus akan melihat Australia membangun kapal selam bertenaga nuklir sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan keamanan di kawasan Asia-Pasifik. Ini sebagian besar dilihat sebagai upaya untuk melawan China, yang telah dituduh meningkatkan ketegangan di wilayah yang disengketakan seperti Laut China Selatan.
Sementara itu Rusia mengatakan mendukung kebijakan Satu China Beijing, yang menegaskan bahwa Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri adalah provinsi yang memisahkan diri yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari China lagi.
Namun, Taiwan melihat dirinya sebagai negara merdeka, dengan konstitusinya sendiri dan para pemimpin yang dipilih secara demokratis. (okz/d1)
Discussion about this post