MEDAN, Waspada.co.id – Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan, Laksamana Putra Siregar, menyebut bahwa Pemko Medan bukan tak mampu mensejahterakan guru honorer dengan memberikan gaji sesuai dengan upah minimum kota (UMK) Medan. Untuk memutuskan untuk itu, ada beberapa pertimbangan yang harus dipikirkan terlebih dahulu.
“Pertama guru honorer ini kan jam kerjanya tidak sesuai dengan aturan Kementerian Tenaga Kerja, yakni 8 jam sehari, guru honorer kan tidak setiap hari mengajar. Kedua, kemarin kita sudah mencoba mengisi kekosongan guru dengan mengangkat PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Dan itu salah satu solusi untuk mengakomodir keinginan guru honorer ini,” ungkapnya, Rabu (23/3).
Laksamana menambahkan, Pemko Medan beberapa waktu yang lalu sudah membuka formasi sebanyak 2.762 posisi untuk ditempatkan sebagai PPPK tahap satu. Namun, hanya 623 saja yang berasal dari guru honorer sekolah negeri. Ujian tahap dua yang kebutuhannya 1.055 diisi guru negeri dan swasta serta ujian tahap tiga yang kebutuhannya 599 dari luar Kota Medan bisa mencoba seleksi ini.
“Pertimbangan ketiga, kalau dibandingkan Pemko Surabaya, apa ia PAD kita mampu menggaji seluruh guru honorer sesuai UMK? kan gak boleh dibandingkan juga lah. APBD kita Rp6,3 triliun, Surabaya berapa? Kemudian PAD kita berapa dan Surabaya berapa? Kita juga sudah sampaikan ke Sekretaris Komisi II DPRD Medan Buk Dhiyaul Hayati. Kalau mau membandingkan itu jangan sama Surabaya, tapi sama yang sepadan dengan Kota Medan lah APBD dan PAD-nya,” ujarnya.
Selain mengangkat guru honorer menjadi PPPK, keseriusan Pemko Medan untuk mensejahterakan guru honorer di kota ini juga melalui pemberian insentif secara klaster. Bahkan, di tahun ini pemberian insentif ditingkatkan tidak hanya kepada guru honorer sekolah negeri. Guru honorer sekolah swasta juga akan menerima bantuan tersebut.
“Jadi kalau kita menetapkan gaji guru honorer sekolah negeri dengan UMK, apakah yayasan sekolah swasta mampu mengikuti itu? Apakah kinerja guru honorer negeri ini bisa memenuhi standar mutu pendidikan yang ditetapkan pemerintah pusat?,” imbuhnya.
“Jadi ada banyak hal yang perlu dikaji sebelum melalukan pemenuhan gaji guru honorer negeri sesuai UMK. Lagian apakah di Surabaya sudah menerapkan gaji guru honorer sesuai UMK? guru yang mana? kan harus ada data yang jelas. Jangan katanya-katanya saja,” pungkasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Komisi II DPRD Medan Dhiyaul Hayati menyarankan Pemerintah Kota Medan belajar dari Kota Surabaya dalam hal mensejahterakan guru honorer. Di mana setiap guru honorer mendapatkan gaji sebesar Rp4,2 juta per bulan, sementara di Kota Medan sendiri, gaji yang diperoleh para tenaga pendidik ini sangat jauh dari UMK dan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.(wol/mrz/d2)
editor: FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post