MEDAN, Waspada.co.id – Sidang dugaan vaksinasi kosong yang menjerat dr G akan segera diadili di Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Selasa (14/6) mendatang.
Sekretaris Umum DPW Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Sumatera Utara Dr Redyanto Sidi Jambak, SH, MH, CPMed (Kes), CPArb selaku Ketua Tim Kuasa Hukum dr G, menemukan sejumlah dugaan kejanggalan yang menjerat tenaga profesi dokter tersebut.
Dirinya akan mengungkap kebenaran materiil termasuk dugaan keanehan terhadap penyelenggara yang tidak tersentuh sama sekali atas peristiwa dugaan vaksin kosong yang diduga mengakibatkan viralnya video suntik vaksinasi kosong tersebut.
Berdasarkan pelaksanaan vaksinasi yang berlangsung di SD tersebut, terdapat pembagian tugas pelaksanaan vaksinasi. Di mana ada meja satu untuk registrasi dan pemeriksaan suhu dan tekanan darah. Selanjutnya, meja dua diisi petugas untuk memasukkan dosis vaksin ke dalam spuit sesuai dosis dan meja tiga diisi dokter (vaksinator) untuk menyuntikkan vaksin kepada peserta yang mana telah disiapkan oleh petugas meja dua.
“Dari rentetan pembagian tugas itu, artinya di meja satu dan meja yang merupakan orang yang dipercayakan oleh penyelenggara untuk mengisi vaksinasi adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap isi dari vaksin yang akan disuntikkan. Tapi ini aneh, kenapa klien kita saja yang dijerat, seharusnya dalam pembagian tugas yang ada, pihak dari meja kedua bisa terlibat atas dugaan vaksinasi kosong tersebut,” kata Redyanto melalui keterangan persnya, Minggu (12/6).
“Berdasarkan keterangan yang kita terima dari klien kita, bahwa sebelum penyuntikan itu dilakukan klien kita sudah mengecek adanya isi vaksinasi dalam jarum suntik itu, hanya saja jumlahnya kecil karena berisi dengan ukuran 0,5 cc, jadi bukan kosong,” tegasnya.
Ketua Program Studi Magister Hukum Kesehatan Universitas Pembangunan Panca Budi (MHKes UNPAB) akrab disapa Redy ini menjelaskan, bahwa sesuai dengan Pasal 50 Undang-Undang RI 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.
Kemudian, pada Pasal 57 (a) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yang juga menegaskan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi dan standar prosedur operasional. “Dari keterangan itu, sudah jelas bahwa terdapat perlindungan hukum kepada profesi dokter sesuai regulasi tersebut dan yang menilai adalah organisasi profesi,” jelas Redy.
Direktur Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum (LBH) Humaniora mengungkapkan, dr G sebagai vaksinator yang bertugas resmi atas nama PDUI Sumut untuk percepatan vaksinasi Covid-19 di wilayah hukum Polres Belawan sebagaimana surat Kapolres Pelabuhan Belawan kepada Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Cabang Sumut dr Rudi Rahmadsyah Sambas tertanggal 15 Januari 2022 Perihal Mohon Bantuan Tenaga Medis sebagai Vaksinator Covid-19.
Bahwasannya, dr G Sebagai vaksinator tentunya berjasa pada negara bukan sebagai tersangka yang kita duga dipicu oleh viralnya video yang terlihat seperti vaksin kosong. Untuk diketahui bahwa pasca-viralnya video tersebut telah dilakukan pertemuan mediasi pihak Keluarga, sekolah dan Kapolsek pada keesokan harinya. D
alam pertemuan mediasi tersebut yang dipimpin oleh Kapolsek Medan Labuhan telah diberikan penjelasan dan pemahaman bahwa apa yang disuntikkan oleh dr G benar adalah suntikan yang telah berisi vaksin yang telah diisi oleh petugas W ke dalam spuit. Namun, apabila pihak keluarga masih belum yakin, dapat diberikan suntikan ulang kembali tetapi pihak keluarga menolaknya, setelah kembali mendapatkan penjelasan suntikkan tersebut telah berisi vaksin maka keluarga dapat memahami serta menerima penjelasan dan klarifikasi tersebut.
“Pengakuan yang bertugas mengisi vaksin jelas menyatakan spuit tersebut telah diisi sesuai dengan dosis 0,5 cc, jadi bukan kosong. Ada petugas yang mengisi vaksin kedalam spuit, drg G selaku vaksinator hanya bertugas menyuntikkannya ke lengan peserta, anehnya jadi tersangka atas laporan yang diketahui pelapornya adalah pihak kepolisian sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/A/18/I/22/SU/SPKT/POLRES P. BELAWAN tanggal 20 Januari 2022,” ungkap Redy.
Berdasarkan hal tersebut, pihaknya melihat bahwa banyak kejanggalan secara hukum dalam konstruksi peristiwanya yang tidak diungkap, ia juga menduga banyak keanehan dalam perkara tersebut, sebab vaksin disediakan penyelenggara dan ada tim yang bertugas mempersiapkan mengisi hingga vaksinnya siap disuntikkan peserta dan dr G sudah melaksanakan tugasnya sebagai vaksinator.
“Di mana letak menghalangi-halangi penanggulangan wabahnya, sebagaimana Pasal yang disangkakan kepada dr G yaitu Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, siapa yang dirugikan? Bahkan ada dugaan lain yang merugikan dr G sebagai vaksinator dalam kegiatan tersebut,” sebut dosen Pascasarjana Panca Budi ini.
“Fakta-fakta hukum ini akan kita ungkap di pengadilan nantinya dalam pembuktian, harapan kita Keadilan hadir bagi dr G melalui wakil Tuhan yang di Pengadilan Negeri Medan ini, sehingga dr G dapat bebas dari ancaman hukuman, dan kita akan berupaya membuktikan itu Insya Allah, mohon doanya,” pungkasnya. (wol/ryan/d2)
Discussion about this post