MEDAN, Waspada.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan berhasil menghentikan penuntutan perkara penghinaan dengan mengedepankan hati nurani dalam penegakkan hukum Restoratif Justice (RJ)
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmayani Amir berhasil membuat kedua belah pihak yakni tersangka Hardip (48) warga Jalan Mawar, Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia dan korban Mey Diana Sirait (43) warga Jalan Perdata, Kecamatan Medan Timur akhirnya dihentikan berdasarkan keadilan restoratif.
Penghentian penuntutan perkara penghinaan tersebut dibenarkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Medan Teuku Rahmatsyah SH MH ketika dikonfirmasi wartawan, Jumat (8/7).
“Benar. Tersangka dibebaskan dalam penghentian penuntutan pidana atas Pasal 310 ayat 1 Subs Pasal 315 KUHPidana tentang penghinaan dan pencemaran nama baik melalui mekanisme keadilan restoratif atau restoratif justice,” kata Kajari Medan Teuku Rahmatsyah.
Tersangka dibebaskan, kata Kajari, setelah ada kesepakatan perdamaian dengan korban dan telah memenuhi syarat-syarat lain sehingga bisa diselesaikan secara keadilan restoratif.
“Tersangka dan korban menyetujui perdamaian yang ditawarkan Penuntut Umum, dan sepakat untuk tidak melanjutkan persoalan ini hingga proses hukum lanjutan ke persidangan. Proses perdamaian itu dilakukan pada Rabu, 15 Juni 2022 lalu di Kejaksaan Negeri Medan,” ujar Kajari.
Lanjut dikatakan Kajari, atas terwujudnya perdamaian antara tersangka dan korban, Kejari Medan mengusulkan penghentian penuntutan perkara tersebut ke pimpinan melalui Kejati Sumut untuk diteruskan ke Jaksa Agung.
“Penghentian penuntutan dilakukan dengan pertimbangan yang cermat dan terukur, serta telah dilakukan pemaparan di Kejati Sumut dan Kejaksaan Agung RI, agar disetujuinya penerbitan surat ketetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang diterbitkan Kejari Medan,” sebutnya.
Alhasil, Jampidum DR Fadil Zumhana Harahap atas nama Jaksa Agung ST Burhanuddin menyetujui usulan penghentian penuntutan yang diusulkan oleh Kejari Medan.
“Kita menerbitkan SKP2 berdasarkan Restorative Justice atas perkara penghinaan dan pencemaran nama baik dengan tersangka Hardip. Dengan demikian tersangka bebas dari ancaman pidana. Perkara ini kita hentikan,” ujar Teuku Rahmatsyah.
Mantan Aspidsus Kejati Aceh ini mengatakan dengan adanya keadilan restorative justice, perkara tidak lagi dilanjutkan ke proses persidangan dan tidak ada hukuman pidana bagi tersangka.
“Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan upaya nyata agar hukum tidak lagi tajam ke bawah, namun tetap dilaksanakan dengan arif dan bijaksana berdasarkan hati nurani,” tutupnya.
Diketahui kasus penghinaan ini bermula pada Sabtu, 10 Oktober 2020 sekitar pukul 10.00 WIB, korban Mey Diana Sirait bersama saksi Basri Nasution mendatangi rumah saksi Jinder untuk menanyakan tembok miliknya yang dirobohkan saksi Jinder, yang mana sebelumnya korban diberitahu oleh tersangka Hardip.
Kemudian saksi Jinder berjanji akan memperbaiki tembok tersebut, mendengar hal itu, selanjutnya korban meninggal saksi Jinder. Selanjutnya pada pukul 11.30 WIB di Jalan Karya, Kecamatan Medan Polonia, korban didatangi tersangka dan memaki korban dengan kata-kata yang tak pantas, sehingga korban merasa malu dan terhina. (wol/ryan/d2)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post