MEDAN, Waspada.co.id – Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut, Doddy Zulverdi mengungkapkan ada berbagai strategi yang dijalankan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sumut untuk menjalankan intervensi terhadap pasar terutama untuk 10 komoditas penyumbang inflasi pangan mulai membuahkan hasil.
“Tergambar dari harga komoditas yang cenderung terus mengalami penurunan meski telah terjadi kenaikan bahan bakar minyak (BBM),” tuturnya, Senin (3/10).
Dikatakan, ini murni dipengaruhi strategi yang dijalankan karena kalau diperhatikan, konsumsi masyarakat cukup tinggi sehingga seharusnya berpengaruh pada harga. Meski harga komoditi cenderung turun, tetapi inflasi secara bulanan diprakirakan lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
Masih tingginya curah hujan dan peningkatan sifat hujan di bulan September 2022, berpotensi mengganggu produktivitas dan mendorong kenaikan harga komoditas pangan.
“Berlanjutnya kenaikan harga pupuk dan pakan ternak, kenaikan harga BBM Pertalite, Solar, hingga Pertamax, serta tingginya harga gabah yang dapat mendorong kenaikan harga beras juga diprakirakan menjadi faktor pendorong pembentuk inflasi Sumut periode September 2022,” jelasnya.
Di sisi lain, kata Doddy, laju inflasi lebih tinggi dapat tertahan oleh berlanjutnya panen raya bawang merah dan aneka cabai, koordinasi TPIP dan TPID dalam Gernas PIP, serta optimalisasi anggaran BTT untuk pengendalian inflasi di daerah.
“Harapannya hal ini bisa menahan laju inflasi tahunan sehingga tidak terlalu jauh di atas target yang ditetapkan. Pada bulan Agustus kemarin, tekanan inflasi tahunan Sumut tercatat sebesar 5,39% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencatatkan angka 5,62% (yoy) namun masih berada di atas rentang target inflasi nasional 3±1%. Komoditas cabai merah dan angkutan udara masih menjadi faktor utama pembentukan inflasi tahunan Sumut pada bulan Agustus 2022,” terangnya.
“Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan periode berjalan didorong oleh seluruh komponen inflasi, khususnya pada Volatile Food yang mencatatkan andil inflasi tertinggi sebesar 2,32% (yoy),” tandasnya. (wol/eko/d1)
Discussion about this post