oleh Prof. Dr. Uli Kozok, University of Hawaii at Manoa
Waspada.co.id – Beberapa hari yang lalu saya menemukan sebuah artikel yang kebetulan berkaitan dengan penelitian saya. Artikel berjudul “Nommensen and Bataknese (The Representation of Apostle)” itu naik di Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal) Vol 5, No 2, May 2022, Hal. 9291-9297.
Artikelnya dalam bahasa Inggris yang cacat berat sehingga hampir tidak dapat dimengerti, dan juga tidak menambah pengetahuan kita mengenai budaya atau sejarah suku Batak. Terlebih lagi, artikel ini juga bukan artikel yang baru, tetapi sudah pernah dipublikasikan oleh pengarang yang sama dengan judul yang sama rancu, yaitu “Literary Study Nommensen, Apostel in Bataknese” di dalam Journal of Advanced English Studies 4 (2), 2021.
Kedua artikel sekitar 90% identik. Ketika melihat laman Budapest International Research and Critics Institute-Journal saya jadi curiga karena mereka membanggakan diri dengan impact factor (faktor dampak) yang tinggi dari perusahaan abal-abal CiteFactor. Lagi pula judul jurnal mengandung nama ibu kota Hongaria Budapest sehingga mengisyaratkan bahwa jurnalnya berasal dari Eropa. Sementara pemiliknya adalah Muhammad Ridwan dengan alamat desa Bandar Klippa, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara. Dia menggunakan gelar akademis “PhD (cand)” yaitu calon S3 di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU).
Menurut whois.com situs Internet bircu- journal.com juga terdaftar oleh M. Ridwan.
Lalu saya terkejut melihat betapa populer jurnal ini di kalangan akademikus Indonesia: Sejak 2018 BIRCI-Journal menerbitkan setiap tahun empat edisi. Terbitan pertama Januari 2018 baru memuat 5 artikel, pada Januari 2019 meningkat menjadi 42 artikel, dan Januari 2021 bertambah lagi menjadi 162 artikel yang dipublikasikan. Namun BIRCI baru naik daun pada tahun 2022: edisi pertama (Januari 2022) memuat 761 artikel, edisi No 2 (Mei 2022) 934 artikel, dan No 3 (Agustus 2022) 1007 artikel!
Ketika saya menelusuri 100 artikel pertama BIRCI Journal edisi Agustus 2022 ternyata semua artikel ditulis oleh warga negara Indonesia dengan topik pembahasan yang hampir selalu berkaitan dengan Indonesia. Jadi jelas bukan jurnal “internasional”.
Lalu saya mencari artikel Marudut Bernadtua Simanjuntak di Google Scholars. Ternyata artikel yang baru terbit enam bulan yang lalu sudah disitir 304 kali. Itu kemarin. Hari ini sudah meningkat lagi menjadi 328 sitiran! Ternyata semua 328 artikel yang menyitir artikel M.B. Simanjuntak berasal dari sumber yang sama, yaitu artikel-artikel VOSTUVE yang diunggah ke researchgate.net dengan tujuan untuk mendongkrak impact factor BIRCI.
VOSTUVE adalah “Vocational Student’s Perspective in Literacy Reading” tetapi tidak dapat ditemukan di mana-mana alias jurnal fiktif dan hanya diciptakan dengan tujuan mengakali h-index Google Scholar yang menunjukkan berapa kali artikel dari sebuah jurnal disitir (dikutip). Ke-328 artikel VOSTUVE tidak ada hubungan apa pun dengan artikel M.B. Simanjuntak.
Misalnya ada “Paper Review of Cyberbullying Speech Patterns Among Indonesian Students” yang ditulis oleh Adinda Dwina Agustin. Teks artikel itu tidak merujuk kepada artikel M.B. Simanjuntak, tetapi di dalam Daftar Pustaka tercantum artikel M.B. Simanjuntak.
Dengan cara licik seperti itu BIRCI berhasil mendongkrak h-value-nya, dan para dosen yang percaya bahwa BIRCI adalah jurnal yang bonafid tertipu membayar publication fee yang mahal untuk jurnal yang sesungguhnya merupakan jurnal pemangsa.
Walaupun akreditasi dari Kemdikbud sudah dicopot, BIRCI masih tetap digemari oleh para akademisi Indonesia. Barangkali Kemdikbud perlu mempertimbangkan untuk mempertegas syarat untuk mendapatkan akreditasi. Penerbit BIRCU seharusnya dari awal ketahuan sebagai penerbit pemangsa (atau paling tidak sebagai penerbit yang patut dicurigai) karena menggunakan Impact Factor abal-abal. Padahal Kemdikbud sendiri memperingatkan kita bahwa “untuk meyakinkan para penulis, jurnal predator seringkali menggunakan metrik yang abal-abal”.
Pembohongan soal lokasi (“Budapest”) juga sangat mudah ketahuan, dan hendaknya juga Kemdikbud melakukan verifikasi anggota dewan penyunting serta mewajibkan semua jurnal akses terbuka agar mendaftarkan diri di Directory of Open Access Journals https://doaj.org.
Memberantas penerbit gadungan perlu dijadikan prioritas karena kini sebagian besar artikel ilmiah yang dihasilkan oleh para akademisi Indonesia diterbitkan oleh penerbit pemangsa yang hanya mementingkan keuntungan mereka dan tidak peduli dengan mutu ilmiah. Penerbit pemangsa tidak hanya merusak atau menurunkan reputasi akademis seorang peneliti, tetapi juga memboroskan waktu, uang, dan sumber daya, serta merusak integritas, mutu karya ilmiah, dan keandalan karya ilmiah yang diterbitkan.
Publikasi pemangsa juga merusak reputasi universitas dan sistem pendidikan tinggi nasional sehingga organisasi penelitian termasuk perguruan tinggi dan perlu mendidik para peneliti, terutama yang masih junior, tentang keberadaan jurnal pemangsa, bahaya yang ditimbulkannya, dan bagaimana cara mengidentifikasi dan menghindarinya.
Discussion about this post