Oleh: Muchamad Rifai SE
Waspada.co.id – Indonesia bercita-cita untuk meratakan kesejahteraan ke seluruh pelosok negeri. Untuk mewujudkan mimpi besar tersebut, perlu dicapai terlebih dahulu pengurangan ketimpangan dan peningkatan kualitas belanja menjadi lebih efektif dan efisien. Salah satu instrumen yang digunakan untuk mengimplementasikannya adalah melalui undang-undang yang baru disahkan tahun ini, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Dengan UU HKPD, pengelolaan transfer ke daerah didesain ulang melalui transfer ke daerah yang berbasis kinerja, sebab konsepsi UU HKPD adalah mewujudkan desentralisasi fiskal yang adil, transparan, akuntabel, dan berkinerja.
Sebelum masuk ke persoalan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, perlu diketahui bahwa keuangan negara terdiri dari belanja kementerian/lembaga dan dana transfer ke daerah (TKD). TKD inilah bentuk hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ia digunakan untuk mendanai urusan yang telah diserahkan kepada daerah. TKD sendiri dapat dibagi lagi menjadi enam jenis: Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan DIY, dan Dana Desa. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023, TKD dialokasikan sebesar Rp814,71 triliun.
Selain keenam jenis TKD tersebut, Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal kepada daerah atas pencapaian kinerja berdasarkan kriteria tertentu. Insentif Fiskal adalah nama baru dari Dana Insentif Daerah (DID). Yang dimaksud kriteria tertentu adalah perbaikan dan/atau pencapaian kinerja di tiga bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, dan pelayanan dasar yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/atau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional. Sederhananya, Insentif Fiskal sama dengan penghargaan atau premium transfer untuk suatu daerah atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu di tiga bidang yang telah disebutkan. Untuk itu, dapat dikatakan bahwa daerah penerima Insentif Fiskal adalah daerah yang lebih unggul kinerjanya dibandingkan daerah yang tidak menerima.
Sebagai premium transfer, pola pikir yang seharusnya dipakai oleh daerah adalah bahwa Insentif Fiskal ini merupakan reward atau bonus. Untuk mencapainya, diperlukan usaha ekstra. Kinerja yang baik saja tidak cukup karena kinerja yang baik itu sendiri merupakan kewajiban yang patut dipenuhi.
Insentif Fiskal digunakan untuk percepatan pemulihan ekonomi di daerah. Percepatan yang dimaksud meliputi percepatan pembangunan infrastruktur; percepatan perlindungan sosial; percepatan dukungan dunia usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); serta percepatan penciptaan lapangan pekerjaan. Dengan demikian, hal-hal di luar itu tidak bisa didanai oleh Insentif Fiskal, misalnya gaji, tambahan penghasilan, honorarium, dan perjalanan dinas. Larangan tersebut diberlakukan agar Insentif Fiskal benar-benar dimanfaatkan untuk program-program yang dilakukan untuk memulihkan perekonomian daerah saja.
Selain nama yang berubah, jumlah penerima DID atau Insentif Fiskal juga selalu berubah. Setiap tahunnya, jumlah daerah yang menerima tergantung jumlah daerah yang kinerjanya memenuhi syarat untuk menerima Insentif Fiskal. Untuk tahun 2023, alokasi Insentif Fiskal sebesar Rp8 triliun–meningkat Rp1 triliun dari tahun sebelumnya.
Dana sebesar Rp8 triliun tersebut diperebutkan oleh seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia. Pemda dengan kinerja di bawah ambang batas tidak akan memperoleh bagiannya, dan bagiannya tersebut akan dialihkan ke daerah dengan kinerja melebihi ambang batas. Artinya, semakin banyak pemda yang tidak memenuhi syarat, semakin besar porsi yang diperoleh pemda yang memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan indeks pembaginya yang semakin kecil. Situasi tersebut menggambarkan mengapa Insentif Fiskal ibarat gula manis yang patut diperjuangkan.
Namun, kendati anggarannya meningkat, jumlah penerimanya menurun drastis dari 383 pemerintah daerah pada 2022 menjadi 150 daerah saja pada 2023. Di Sumatera Utara pada tahun 2022 terdapat 22 pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota yang menerima DID, tetapi hanya 7 pemerintah daerah yang menerima Insentif Fiskal di tahun 2023.
Penurunan tersebut disebabkan karena kebijakan pengelolaan dana DID dan Insentif Fiskal berbeda. Kebijakan yang baru diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.07/2022 tentang Pengelolaan Insentif Fiskal. Disebutkan dalam peraturan tersebut bahwa penghitungan alokasi Insentif Fiskal didasarkan pada penilaian kinerja pemda, baik untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya maupun untuk penghargaan kinerja tahun berjalan.
Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya dibagikan kepada daerah yang berkinerja baik. Namun, terdapat dua jenis daerah yang dimaksud, yaitu daerah secara umum dan daerah tertinggal. Daerah tertinggal yang dimaksud adalah daerah yang tercantum dalam Peraturan Presiden tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024, sementara daerah selain itu dianggap sebagai daerah secara umum.
Perhitungan penghargaan kinerja tahun sebelumnya didasarkan pada empat hal: klaster daerah, kriteria utama, kategori kinerja, dan indikator kesejahteraan. Klaster daerah terbagi tiga dengan basis indikator kapasitas fiskal daerah, yaitu kapasitas keuangan suatu pemda yang tercermin dari penerimaan umum anggaran APBD, dikurangi dengan pendapatan yang penggunaannya sudah ditentukan dan belanja tertentu. Dengan indikator tersebut, terbentuk 3 klaster: klaster A dengan kapasitas fiskal sangat tinggi dan tinggi, klaster B dengan kapasitas fiskal sedang, dan klaster C dengan kapasitas rendah.
Kriteria utama juga dihitung dengan membagi daerah menjadi klaster, yaitu klaster A, B, dan C. Klaster A dan B sama-sama menggunakan indikator penetapan peraturan daerah (perda) mengenai APBD tepat waktu, tetapi daerah klaster A wajib memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas laporan keuangan pemda dalam lima tahun terakhir, sementara daerah klaster B cukup dalam satu tahun terakhir. Adapun daerah klaster C tidak menggunakan kriteria utama.
Sementara itu, kategori kinerja terkait dengan tata kelola keuangan daerah, pelayanan dasar publik, dan pelayanan umum pemerintahan. Kategori kinerja ini dibagi lagi menjadi kategori-kategori sesuai dengan bidang terkait. MIsal, kategori kinerja terkait dengan tata kelola keuangan daerah terdiri atas kategori kemandirian daerah yang didasarkan pada perbandingan realisasi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap produk domestik regional bruto non minyak dan gas bumi, serta kategori interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah clan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan.
Kemudian, kategori kinerja terkait dengan pelayanan dasar publik terdiri atas kategori stunting dan imunisasi, kategori indeks standar pelayanan minimal pendidikan, dan kategori sanitasi dan air minum. Terakhir, kategori kinerja terkait dengan pelayanan umum pemerintahan terdiri atas kategori penghargaan atas sinergi kebijakan pemda dengan pemerintah pusat, serta kategori kesejahteraan masyarakat. Setiap kategori tersebut juga dirincikan dalam bentuk variabel sebagai berikut:
Tabel 1. Variabel per Kategori Kinerja
Kategori |
Variabel |
Kategori interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah dan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan | a. Interkoneksi data transaksi melalui sistem informasi keuangan Daerah; dan
b. Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan. |
Kategori stunting dan imunisasi | a. Penurunan prevalensi stunting; dan
b. Balita sudah mendapatkan imunisasi lengkap. |
Kategori sanitasi dan air minum | a. Akses sanitasi layak; dan
b. Pengelolaan air minum. |
Kategori penghargaan atas sinergi kebijakan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah | a. Inovasi Daerah;
b. Inovasi pelayanan publik; c. Penghargaan pembangunan daerah; d. Pengendalian inflasi Daerah; e. Pelayanan terpadu satu pintu dan percepatan pelaksanaan berusaha; f. Pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan; dan g. Indeks pencegahan korupsi. |
Kategori kesejahteraan masyarakat | a. Penurunan persentase penduduk miskin;
b. Indeks pembangunan manusia; dan c. Penurunan tingkat pengangguran terbuka. |
Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2022
Selain penghargaan kinerja tahun sebelumnya, penghitungan alokasi Insentif Fiskal juga didasarkan pada penilaian kinerja pemda untuk penghargaan kinerja tahun berjalan. Akan tetapi, ketentuan mengenai pengalokasian, penyaluran, dan penggunaan Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun berjalan tidak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.07/2022 tentang Pengelolaan Insentif Fiskal, melainkan diatur melalui peraturan Menteri Keuangan yang lain.
Berdasarkan penjabaran mengenai pengelolaan Insentif Fiskal, terlihat ada banyak data yang diperlukan. Data-data tersebut diperoleh dari berbagai sumber yang merupakan instansi negara, seperti Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pusat Statistik, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi. Contohnya, data kapasitas daerah berasal dari Kementerian Keuangan; indikator opini laporan keuangan dari BPK; data imunisasi, sanitasi, penurunan persentase penduduk miskin, indeks pembangunan manusia, dan tingkat pengangguran terbuka berasal dari BPS; data stunting dari Kementerian Kesehatan. Dari kompleksnya data dan formula perhitungan, terlihat bahwa Insentif Daerah benar-benar dihitung dari kinerja pemerintah daerah yang melibatkan seluruh perangkat daerah.
Dalam penyalurannya, Insentif Daerah mengikuti kinerja pemda juga. Sebagai contoh, penyaluran Insentif Daerah untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya dilakukan jika Perda APBD, rencana penggunaan, serta laporan realisasi penyerapan DID tahun sebelumnya sudah diterima Menteri Keuangan sebelum batas waktu yang ditentukan. Laporan realisasi penyerapan juga harus menunjukkan penyerapan paling rendah 70%. Ketentuan ini mendorong pemerintah daerah untuk segera menggunakan dana yang sudah diterima agar tidak ada dana yang mengendap. Bagaimana pun, dana perlu digunakan sebagaimana telah dianggarkan demi mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dan memicu multiplier effect di daerah.
Hal menarik dari Insentif Fiskal adalah penyalurannya dapat dipertimbangkan untuk dihentikan atau ditunda jika kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi oleh lembaga penegak hukum. Hal ini menandakan arti kinerja yang baik mesti sejalan dengan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Dengan demikian, melalui ditetapkannya UU HKPD, diharapkan sistem penyelenggaraan keuangan menjadi lebih baik. Terlebih, DID telah digantikan Insentif Fiskal yang lebih memacu pemda berkompetisi, dengan harapan akan mengakselerasi kualitas pelayanan publik pemda. Hal ini selaras dengan quotes oleh seorang aktris Amerika, Maureen McCormick, “As soon as I hear the word ‘competition’ I get serious and start doing everything that I can do–Segera setelah mendengar kata “kompetisi”, aku menjadi lebih serius dan melakukan semua hal yang dapat dilakukan.”
*Penulis adalah Pejabat Pengawas pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Tebing Tinggi
Discussion about this post