BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
BLU pertama kali di perkenalkan pada tahun 2005 dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum, di mana Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) disebutkan sebagai pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
BLU terbagi menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan dengan penyelenggara dan pembinanya, yaitu BLU yang dibina oleh Pemerintah Pusat, dan BLUD yang dibina oleh Pemerintah Daerah. Pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mencakup Pembinaan Teknis, Pembinaan Keuangan dan Pengawasan.
Konsep BLU merupakan mewirausahakan instansi pemerintah, walaupun BLU tidak mengutamakan mencari keuntungan, namun dalam praktiknya untuk memperoleh barang/jasa hasil dari BLU masyrakat yang menerima layanan akan dipungut biaya sebagai imbalannya. Imbalan tersebut selanjutnya disebut sebagai tarif. Tarif disusun atas dasar perhitungan per unit layanan atau hasil per investasi dana.
Dalam praktiknya BLU dapat mengusulkan tarif layanan yang akan dipungut oleh BLU kepada masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga atau kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berwenang dalam penyelenggaraan BLU tersebut. Selanjutnya Menteri/Pimpinan Lembaga atau kepala SKPD mengusulkan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara atau Gubernut/Walikota sesuai dengan kewenangannya atas BLUD.
Dikarenakan BLU mengutamakan layanan yang akan menyejahterakan masyarakat, tarif layanan harus mempertimbangkan Kontinuitas dan pengembangan layanan, Daya beli masyarakat, Asas keadilan dan kepatutan dan Kompetisi yang sehat.
Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129 tahun 2020 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum disampaikan jelas terkait Standar Layanan dan Prosedur Tarif Layanan BLU. Standar layanan yang dimaksud adalah Standar pelayanan minimum yang merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh BLU dalam memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Standar pelayanan minimum bertujuan untuk memberikan batasan layanan minimum yang seharusnya dipenuhi oleh Pemerintah.
Lalu, agar fungsi standar pelayanan minimum dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka standar layanan BLU semestinya memenuhi persyaratan SMART (Specific, Measurable, Attainable, Reliable, and Timely), yaitu fokus pada jenis layanan, dapat diukur, dapat dicapai, relevan dan dapat diandalkan dan tepat waktu. Standar pelayanan minimum disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan serta kemampuan kelembagaan dan sumber daya manusia BLU
Dapat disimpulkan bahwa Pengelolaan BLU pusat telah memiliki standar pelayanan minimal yang sudah dibakukan dalam Peraturan Perundang-Undangan. Namun, melihat untuk BLUD kewenangan untuk menentukan Standar Pelayanan Minimal diatur oleh masing-masing kepala daerah dengan mempertimbangkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, kesetaraan, kemudahan dan kualitas layanan umum yang diberikan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas/Badan Daerah yang akan menerapkan BLUD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari sudut pandang penulis, dirasa akan banyak terdapat perbedaan pelayanan antar 1 (satu) BLUD dengan BLUD yang lainnya.
Beralih ke tarif layanan BLU, baik BLU yang dikelola oleh K/L maupun yang dikelola oleh Pemerintah Daerah mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum. Terkait Standar Pelayanan Minimum dan Penetapan Tarif BLU menurut penulis perlu dikaji agar dapat di standardisasikan antara BLU dan BLUD. Dengan kualitas pelayanan yang baik dan setara di seluruh wilayah Indonesia dapat dipastikan akan meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia dan akan berdampak penurunan pada gini ratio. Gini ratio adalah alat mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk. Ini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variable tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk.
Tarif BLU merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan BLUD merupakan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Saat ini BLU yang di kelola oleh K/L berjumlah 252 BLU merupakan salah satu penghasil PNBP terbesar yakni 65,6 Triliun pada tahun 2020, naik 15,4 Triliun dari tahu 2019 (sumber: LKPP 2020). BLU merupakan 1 (satu) dari 4 (empat) komponen PNBP, dan merupakan jumlah terkecil dalam komponen-komponen tersebut, namun, di tengah masa pandemic ketiga komponen: Pendapatan Sumber Daya Alam (SDA), Pendapatan dari Kekayaan Negara Dipisahkan (KND), dan PNPB lainnnya menurun sampai 37.9% dari tahun 2019, sedangan Pendapatan BLU satu-satunya yang naik sebesat 30,6%. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep mewirausahakan pemerintah adalah salah satu cara yang sustain dalam kondisi terburukpun. Menurut Penulis, BLU sudah on track untuk dapat dijadikan salah satu tulang punggung pendapatan negara Indonesia, sekaligus meningkatkan kuliatias SDM di Indonesia.
Pengelolaan Keuangan BLU sebagai mana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 129 tahun 2020 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum dibagi mejadi 6 (enam bagian), yaitu: Perencanaan dan Penganggaran, Dokumen Pelaksanaan Anggaran, Pendapatan dan Belanja, Pengelolaan Kas, Pengelolaan Piutang dan Utang, dan Investasi. Dalam PMK 129 tahun 2020 telah jelas secara detail terkait dengan pengaturan pengelolaan keuangan pada BLU, namun untuk pengaturan BLUD diserahkan kewenangannya kepada masing-masing Pemerintah Daerah.
Peraturan terkait desentralisasi ekonomi adalah faktor pemisahan kewenangan tersebut. Desentralisasi memiliki banyak kelebihan diantaranya, peraturan yang di rancang adalah bersifat “tailor made” berarti pembuat kebijakan paham dengan kondisi di daerahnya. Namun, desentralisasi keuangan berarti terdapatnya perbedaan pola pengelolaan keuangan yang dimungkinkan terjadinya kesenjangan antar suatu daerah. Dapat juga muuncul gejala negatif yang dapat meresahkan keutuhan bangsa Indonesia antara lain berkembangnya sentimen primordial, konflik antar daerah, berkembangnya proses KKN, konflik antar penduduk, eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan, dan munculnya sikap “ego daerah” yang berlebihan.
Bagi BLU yang dikelola oleh K/L, kantor vertikal DJPb menjadi perpanjangan tangan Bendahara Umum Negara (BUN) dalam pembinaan keuangan BLU di wilayahnya masing-masing. Namun, pembinaan BLUD dilakukan oleh SKPD untuk teknis dan PPKD untuk keuangannya. Kedua pembinaan tersebut hanya dilakukan oleh pihak internal Pemerintah Daerah, hal tersebut tentu saja sangat mungkin terjadi tindakan-tindakan fraud yang akan merugikan Keuangan Negara. Oleh karena itu baiknya diciptakan suatu standar Pengelolaan Keuangan BLU dengan pembinaan yang dilakukan dengan cara yang terstandar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pengelolaan Keuangan BLU dan BLUD yang baik, serta pembinaan dari sisi teknis yang mumpuni akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kantor vertikal DJPb sebagai Regional Chief Economist sangat diharapkan perannya dalam pembinaan pengelolaan keuangan BLU dan BLUD untuk tercapainya tujuan utama BLU dan BLUD, yakni meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
Peran sebagai RCE merupakan peran strategis dan substantif dalam mengatasi isu-isu yang ada. Diperlukan hubungan kerja sama yang baik dengan semua pihak yang mengelola Keuangan Negara, baik APBN maupun APBD. Sejalan dengan moto Kementerian Keuangan yakni Nagara Dana Rakca yang berarti “Penjaga Keuangan Negara” tentu sebagai RCE, kantor vertikal DJPb wajib turut serta dalam pembinaan keuangan BLU dan BLUD. Sangat diharapkan dengan pembinaan keuangan yang baik akan memperkuat kestabilitasan negara Indonesia sampai dengan daerah terujung dan terluar Indonesia.
Kerja sama adalah sebuah sikap mau melakukan suatu pekerjaan secara bersama-sama tanpa melihat latar belakang orang yang diajak bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Kerja sama merupakan sinergisitas kekuatan dari beberapa orang dalam mencapai satu tujuan yang diinginkan.
Discussion about this post