Oleh: Anwar Sadat Harahap
Waspada.co.id – Sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) memegang peranan penting bagi perekonomian setiap negara karena kontribusinya pada Pertumbuhan Domestik Bruto. UMKM umumnya bersifat padat karya yang menyerap tenaga kerja sebesar 116,9 Juta atau sebanyak 97 persen dari total angkatan kerja (Nota Keuangan APBN 2022).
Pentingnya peranan UMKM dalam perekonomian dan pembatasan aktivitas masyarakat akibat bencana global Corona Virus Diseases 2019 (Covid-19) telah menurunkan permintaan terhadap berbagai usaha, termasuk UMKM. Pemerintah telah memberikan berbagai kebijakan dan insentif untuk mendorong kebangkitan dan tumbuh kembang para pelaku usaha UMKM. Insentif yang diberikan antara lain dalam bentuk kredit program berupa pemberian subsidi bunga. Subsidi bunga diberikan pada sisi produsen dalam rangka mempertahankan dan mendorong peningkatan output serta meningkatkan daya saing usaha.
Nota Keuangan Tahun Anggaran 2023 menyebutkan bahwa pada tahun 2018, subsidi bunga kredit program berjumlah Rp15.03 triliun dan outlook tahun 2022 diperkirakan mencapai Rp31.68 triliun. Anggaran Subsidi Bunga Kredit Program dalam RAPBN tahun anggaran 2023 direncanakan sebesar Rp45.57 triliun, yang merupakan 53 persen dari keseluruhan subsidi non energi.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah bentuk dari subsidi bunga yang diberikan pemerintah. Skema pembiayaan KUR ditujukan bagi para pelaku usaha yang telah memiliki akses pembiayaan ke perbankan. Penyaluran dilakukan oleh Bank Pemerintah, Bank Umum Swasta, Bank Pembangunan Daerah (BPD), Perusahaan Pembiayaan, dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP).
Kebijakan KUR dengan pemberian subsidi bunga telah dilakukan sejak tahun 2015. Dana KUR bersumber dari perbankan yang disalurkan kepada para calon debitur dengan mendapatkan fasilitas subsidi bunga. Subsidi bunga ditanggung oleh Pemerintah. Pada tahun 2022, dalam rangka pemulihan ekonomi nasional akibat Covid-19, pemerintah memberikan tambahan subsidi bunga KUR sehingga bunga yang ditanggung oleh debitur hanya sebesar 3 persen.
Jenis KUR terdiri atas lima kelompok yaitu KUR Super Mikro, KUR Mikro, KUR Kecil, KUR Khusus dan KUR Pekerja Migran Indonesia (PMI). Pembagan KUR ini didasarkan pada peruntukan dan jumlah pinjaman yang diberikan. Skema pembiayaan terkecil terdapat dalam skema KUR Super Mikro, yang memiliki Batasan pinjaman Rp. 0-10 Juta.
Pinjaman terbesar dapat diberikan melalui skema KUR Kecil dan dan KUR Khusus dengan plafon sebesar Rp.500 Juta. KUR PMI diberikan kepada pekerja migran Indonesia. Skema ini diberikan dalam rangka pembiayaan penempatan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan peserta magang di luar negeri.
Dalam pembiayaan kredit, termasuk UMKM terdapat banyak resiko yang dihadapi. Salah satu resiko bawaan (inherent risks) yang perlu diantisipasi adalah terjadinya perbedaan informasi antara kreditur dan debitur (asymmetric information). Dalam teori ekonomi perbedaan informasi dapat menyebabkan adverse selection dan moral hazard. Istilah adverse selection telah lama digunakan untuk mendiskusikan permasalahan asuransi.
Adverse selection dalam konteks ilmu ekonomi adalah kondisi pasar dimana pembeli/peminjam dan penjual/lembaga keuangan memiliki informasi yang berbeda. Akerlof (1978) menyatakan bahwa adverse selection muncul pada setiap lini asuransi. Dalam dunia kredit/pembiayaan, adverse selection muncul ketika Bank memiliki informasi yang tidak tepat tentang debitur. Sedangkan Moral hazard dalam literatur ekonomi dapat didefinisikan sebagai kejadian dimana agen/debitur tidak bertindak sebagaimana yang tertera dalam perjanjian/kontrak.
Dalam konteks pembiayaan KUR, para pemangku kepentingan harus melakukan penyempurnaan secara terus menerus terhadap desain program untuk meminimalkan kejadian adverse selection dan moral hazard. Penyempurnaan ini harus dilakukan untuk menjaga ketepatan sasaran program dan mencegah peningkatan Non Performing Loan di perbankan.
Perbaikan desain dapat dilakukan dengan peningkatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara komprehensif. Monitoring dan evaluasi adalah komponen penting dalam suatu program untuk mengetahui dan mengukur pelaksanaan program di lapangan. Dalam monitoring dan evaluasi, para pemangku kepentingan dapat mengukur dan mengevaluasi ketepatan sasaran dan ketepatan manfaat subsidi pemerintah
Program KUR yang diarahkan untuk pengembangan usaha perlu dilakukan tracing penggunaannya agar pemerintah dapat mengukur keberhasilan program terhadap usaha UMKM. Pelaksanaan penyaluran di lapangan merupakan hal yang dinamis sehingga para pemangku kepentingan perlu mengukur deviasi-deviasi dalam pelaksanaan penyaluran dan pemanfaatan dana.
Pembiayaan KUR sangat membantu UMKM dalam mencari modal usaha. KUR diharapkan memperkuat kemampuan permodalan usaha dalam rangka pelaksanaan kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Dana yang ada diharapkan menjadi modal kerja serta investasi yang disalurkan kepada pelaku UMKM individu/perseorangan, badan usaha dan/atau kelompok usaha yang memiliki usaha produktif dan layak. Tujuan yang mulia ini tentu saja harus dilindungi, melalui penyempurnaan desain program.
Subsisi bunga yang diberikan pemerintah harus diberikan secara tepat sasaran dan tepat manfaat dan tidak menimbulkan NPL pada sisi perbankan. Serangkaian usaha untuk perbaikan program KUR melalui monitoring dan evaluasi yang berkualitas, diharapkan dapat menghasilkan kebijakan pembiayaan UMKM dengan pola subsidi bunga menjadi lebih kuat dalam mendukung UMKM dan dapat dilakukan secara berkelanjutan.
*Penulis adalah Pejabat Pengawas pada Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Utara
Discussion about this post