JAKARTA, Waspada.co.id – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menjelaskan jika Pertamina konsekuen mengacu pada Keputusan Menteri ESDM nomor 62 K tahun 2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum dan Minyak Solar di SPBU, maka seyogyanya sejak 1 Januari 2023 semua konsumen BBM umum atau non subsidi sudah bisa menikmati harga lebih murah dari harga sebelumnya.
“Seharusnya Menteri BUMN Erick Tohir dengan Dirut Pertamina Nicke Widyati serta Dirut Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution mengumumkannya pada detik detik pergantian tahun 2022 ke tahun 2023, sehingga konsumen sudah bisa menikmatinya mulai 1 Januari 2023,” kata Yusri dalam rilisnya kepada awak media Kamis (5/1).
Dijelaskan, Pertamina selayaknya taat aturan atau mencontoh kebijakan PT Vivo Energy Indonesia yang menyalurkan BBM Vivo, sudah memberlakukan harga baru yang lebih murah terhitung 1 Januari 2023.
“Baru mulai tanggal 3 Januari 2023 pada jam 14.00 wib Pertamina oleh Dirutnya mulai memberlakukan harga penyesuaian diseluruh SPBU nya. Sebab, di aturan Kepmen ESDM tersebut sudah ditetapkan formula perhitungan harga eceran semua jenis BBM di SPBU, lazimnya selalu diberlakukan mulai setiap tanggal 1, bukan tanggal 3,” terangnya.
Dijelaskan, adapun dasar perhitungan harga seharusnya diberlakukan pada 1 Januari 2023, adalah berdasarkan rata rata harga MOPS (Mean of Platts Singapore) atau Argus Gasoline Ron 92 mana yang lebih rendah dan rata rata nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah terhitung mulai dua bulan sebelumnya.
“Kedua parameter rata-rata MOPS atau Argus Gasolin 92 per barel dan rata rata nilai tukar untuk periode mulai tgl 25 Oktober hingga 24 Desember 2022. Hasil perhitungan rata rata tersebut tinggal ditambahkan konstanta (Rp 1800 atau Rp 2000 tergantung nilai Ron) perliter + margin dan Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor dan PPN,” ujarnya.
Penentuan harga BBM umum, kata Yusri, merupakan hak penuh badan usaha, dalam hal ini Pertamina dan Vivo serta Shell, tidak ada wewenang apapun dari pemerintah untuk intervensi.
“Ada di beberapa daerah harga eceran BBM lebih mahal, lebih disebabkan oleh kebijakan kepala daerah dalam menerapkan nilai PBBKB yang umumnya 5% menjadi 7,5%,” terangnya lagi.
Lanjut Yusri, konstanta rupiah perliter merupakan penjumlahan alpha pengadaan, biaya penyimpanan dan biaya distribusi. Di dalam biaya distribusi itu sudah termasuk biaya transportasi, overhead, biaya operasi dan fee penyalur serta iuran BPH Migas.
“Adapun konsumen BBM umum itu adalah pengguna BBM jenis Pertamax 92, Pertamax Turbo98, Dexlite dan Pertamina Dex. Jutaan Kenderaan bermotor yang hilir mudik yang menggunakan BBM umum produk Pertamina untuk menikmati liburan tahun baru 2023, sejak 1 hingga 2 Januari 2023 bisa jadi adalah korban kebijakan Pertamina,” terangnya.
“Jadi, selama dua hari di tahun 2023, Pertamina diduga kuat telah merampas hak konsumen BBM umum bisa mencapai triliunan rupiah, yaitu hasil dari selisih harga dikalikan total volume BBM yang digunakan konsumen selama dua hari,” jelasnya.
“Saya dengan saudara-saudara saya dan masyarakat lainnya di seluruh Indonesia menjadi korban dari kebijakan Pertamina, harusnya Yayasan lembaga Konsumen RI bersuara soal ini,” pintanya.
Dijelaskan, akhirnya Pertamina mematok harga Pertamax turun menjadi Rp 12.800 per liter, sebelumnya dipatok seharga Rp 14.900 perliter.
“Selain Pertamax, Pertamina menurunkan harga Pertamax Turbo dari Rp 15.200 perliter menjadi Rp 14.050 per liter, harga Dexlite turun jadi Rp 16.150 per liter dari sebelumnya Rp 18.300 per liter, serta harga Pertamina Dex jadi Rp 16.750 per liter dari sebelumnnya Rp 18.800 per liter,” tutupnya. (wol/rls/asred/d1)
Discussion about this post