MEDAN, Waspada.co.id – Excutive Comitee (Exco) Partai Buruh Sumatera Utara (Sumut) menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) tentang Cipta Kerja tidak sesuai dengan harapan buruh.
Ketua Exco Partai Buruh Sumut, Willy Agus Utomo, mengatakan Partai Buruh menolak peraturan tersebut, karena terdapat sejumlah pasal yang merugikan dan masih mengebiri hak-hak buruh. Kaum buruh akan mempertimbangkan langkah hukum dengan melakukan judicial review dan melakukan aksi turun ke jalan.
“Langkah ke depan akan diambil secara hukum dan menggelar aksi di daerah dengan mogok kerja nasional dari kaum buruh dalam waktu dekat ini,” ujar Willy yang juga Ketua FSPMI Sumut, kepada wartawan di Medan, (3/1).
Ia menyebutkan, sejumlah pasal yang ditolak buruh antara lain pasal tentang upah minimum dan outsourcing. Dalam Perppu, upah minimum kabupaten/kota ditetapkan oleh gubernur hanya istilah. Menurutnya, istilah tersebut multitafsir, mereka akan mengusulkan redaksi ‘Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota’.
“Selain itu, Perppu juga menyebutkan variabel kenaikan upah minimum terdiri dari inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Kata indeks tidak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan, sehingga buruh mengusulkan kata tersebut dihapus,” ujarnya.
Ia menambahkan, untuk outsourcing atau alih daya masih diperbolehkan dalam Perppu atau secara prinsip sama dengan UU Cipta Kerja. Dalam Perppu disebutkan, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis.
“Akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, mana yang boleh mana yang tidak, makin tidak jelas. Karena semakin menegaskan semua pekerjaan bisa di-outsourcing,” ungkapnya.
Willy menegaskan, Partai Buruh juga menolak ketentuan soal pesangon, perjanjian kerja waktu tertentu, PHK, serta tenaga kerja asing di Perppu yang tidak mengalami perubahan dari UU Cipta Kerja.
“Inti sebenarnya kita setuju ada Perppu, tapi Perppu yang mengembalikan semua hak normatif buruh sesuai UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 sebelum ada UU Cipta Kerja yang mengebiri hak kaum buruh,” pungkasnya. (wol/man/d1)
editor: FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post