MEDAN, Waspada.co.id – Laju tekanan inflasi Sumut di bulan desember 2022 yang mencapai 1,5% dan menyisahkan tanda tanya besar karena jauh melebihi realisasi rata rata inflasi nasional yang sebesar 0.66%.
“Tanda tanya yang dimaksud adalah pembentukan harga di wilayah Sumut yang dinilai lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Kalau mengacu kepada kenaikan harga BBM sebelumnya, di mana memang ada potensi second round inflastion, nah kalaupun terjadi tentunya juga akan berdampak secara menyeluruh kepada kenaikan harga yang tidak jauh berbeda di semua wilayah di tanah air,” terang Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin, Kamis (5/1).
Saat terjadi kenaikan harga BBM sebelumnya, memang banyak industri yang menahan kenaikan harga jual barangnya dan memungkinkan dinaikkan saat menjelang tahun baru.
“Kalau itu adalah bentuk second round inflationyang terjadi dilapangan, maka mustahil terjadi penurunan harga barang di bulan januari ini. Karena barang jenis itu bukan termasuk dalam volatile food,” ungkapnya.
Sementara itu, kalau dilihat dari sisi fluktuasi komoditas pangan. Hujan yang semat memicu banjir dan merusak banyak jenis tanaman hortikultura memang telah memicu kenaikan harga di bulan sebelumnya.
“Nah tentunya saat naik maka ada siklus dimana harga bisa saja bergerak turun nantinya. Namun belum tentu harga akan turun cepat di bulan ini, karena harus melewati masa tanam terlebih dahulu. Sehingga sayur sayuran yang saat ini bertahan mahal sulit diharapkan turun dalam waktu dekat, khususnya di bulan ini,” jelasnya.
Sementara yang mengalami penurunan di awal tahun ini adalah harga BBM non subsidi. Dimana sejauh ini sudah diturunkan oleh Pertamina. Sehingga realisasi inflasi yang tinggi di bulan desember ini akan membuat capaian inflasi secara tahunan atau year on year sangat membenani Sumut nantinya.
Gunawan menambahkan kalau berharap harga cabai yang kerap bisa menjadi motor pendorong inflasi atau deflasi, Januari ini sulit berharap harga akan lebih rendah dibandingkan dengan bulan desember. Jadi januari ini potensi inflasi masih berpeluang terjadi, ditambah lagi dengan pencabutan level PPKM di tengah masyarakat.
“Kebijakan pencabutan PPKM tersebut saat ini memang baik dalam menstimulan pertumbuhan ekonomi. Namun buruk bagi pengendalian laju tekanan inflasi. Walau demikian di tahun ini Sumut masih akan berpeluang merealisasikan inflasi sesuai target Bank Indonesia nantinya. Pemerintah saat ini sepertinya akan lebih mengorbankan pencapaian inflasi, serta mendorong pertumbuhan dengan tenaga yang lebih besar,” tambahnya.
“Karena disaat terjadi resesi, infasi pada dasarnya relative lebih mudah dikendalikan. Namun resesi kali ini yang terjadi di banyak Negara, bahkan IMF memperkirakan akan dialami oleh sepertiga dari jumlah Negara di dunia. Tentunya menuntut kewaspadaan kita disini akan kemungkinan tekanan ekonomi yang lebih besar. Sehingga pencabutan PPKM ini baik buat ekonomi, namun mempersulit pengendalian inflasi,” tandasnya. (wol/eko/d2)
Discussion about this post