KUTACANE, Waspada.co.id – Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait isu gratifikasi di Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Tenggara (Agara) yang dilaksanakan di DPRK setempat, pihak pers tidak diperbolehkan untuk hadir.
Agenda RDP Klarifikasi dugaan gratifikasi itu, dipimpin oleh Ketua Komisi A DPRK setempat, dihadiri Komisioner KIP dan Komisioner Panwaslih serta segenap pemuda Aliansi Peduli Pungli Sepakat Segenap (APPSP), di ruang gedung tersebut, Senin (30/1).
Dalam RDP klarifikasi itu, pihak wartawan tidak diperbolehkan untuk berada di ruangan tersebut, karena dianggap tidak memiliki kapasitas dan bukan dari pihak yang diundang. Keputusan itu, atas kesepakatan dari semua unsur yang hadir.
Sekretaris PWI Agara, Noris Ellyfian, menanggapi keputusan yang di ultimatum oleh semua peserta RDP itu, adalah keputusan yang keliru, tidak menghargai tugas-tugas yang sedang dilakukan oleh wartawan.
“Keputusan pelarangan kehadiran wartawan adalah keputusan yang keliru, dapat dikenakan sanksi hukum pidana, karena telah menghalangi tugasnya wartawan,” ungkapnya.
Menurut Noris, persoalan yang di RDP kan oleh pihak DPRK dan pihak terkait tersebut, tidak terlepas juga perannya wartawan. Walau ada tatib sidang yang dibentuk, tetapi mestinya tidak membatasi tugasnya wartawan.
Dikatakan Noris, jika merujuk dengan Undang-Undang Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999, ultimatum yang diputuskan oleh peserta RDP tersebut, semua pihak yang hadir dapat dikenakan dengan sanksi hukuman pidana.
“Kita berharap adanya peran pihak hukum dalam pengambil keputusan di RDP yang tengah dilakukan oleh para semua pihak, agar permasalahan dugaan gratifikasi yang melibatkan KIP Aceh Tenggara dapat terbuka dengan seluas-luasnya, sementara permasalahan pelarangan kehadiran bagi rekan-rekan wartawan yang meliput, masih kita bahas ditubuh PWI Aceh Tenggara, perlu tidaknya kita mengambil langkah hukum,” tutupnya.
(wol/sur/pel/d2)
Discussion about this post