PADANGSIDIMPUAN, Waspada.co.id – Muhammadiyah memiliki peran penting dalam upaya memerdekakan Indonesia dari penjajahan. Para pendiri telah berkiprah memperkuat ukhuwah keislaman, hingga menanamkan nilai-nilai mujahid dalam lingkup nasionalisme.
Sebagai organisasi Islam yang berdiri pada 18 November 1912, Muhammadiyah terus bergerak mempertahankan dan memperkuat nilai mujahid yang tetap pada lingkup rasa nasionalisme.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi saat acara Musyawarah Wilayah (Muswil) ke-13 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah Sumut, di Alaman Bolak Kota Padangsidimpuan, Sabtu (18/2).
“Pada Muswil ini saya berharap dapat membawa kebaikan dan keberkahan dan mampu memperkuat persatuan, khususnya umat Islam. Kita tahu, Kiyai H Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), dan pendiri ormas Islam lainnya sebenarnya saling mengenal baik satu sama lain, karena mereka bermusyawarah,” kata Edy.
Mantan Pangkostrad ini juga bercerita tentang beberapa lagu perjuangan pada masa kemerdekaan yang mencerminkan kuatnya semangat para pendahulu membebaskan Indonesia dari penjajahan tercipta. Bahkan pada kondisi perang.
“Ada lagu Panggilan Jihad (1950) yang diciptakan oleh Bapak Rivai Abdul Manaf, yang sempat dibredel (dilarang) dan tak boleh dinyanyikan. Kita tak bisa menciptakan lagu seperti ini. Tetapi siapa yang menjalankannya (pesan lagu), insya Allah, kita tetap bersama dan kuat,” ungkapnya.
Edy juga menekankan, bahwa kata Jihad bukanlah berkonotasi atau berpretensi negatif, apalagi menyeru untuk menyerang siapapun. Melainkan untuk memperkuat Islam, yang ia harapkan tertanam dalam diri seluruh kader Muhammadiyah.
“Apa artinya ulama dan umaro kalau tak bisa kita tegakkan jihad. Maka yakinkan kita untuk memperkuat Islam dan tetap nasionalis,” sebutnya, mengartikan pesan KH Ahmad Dahlan untuk menjalankan jihad, baik dalam agama, sosial dan pendidikan,” ujarnya.
Karena itu, Edy meyakinkan seluruh kader Muhammadiyah untuk melanjutkan tugas organisasi dan pergerakan yang diwariskan oleh pendiri dan para pendahulu. Karenanya diharapkan setiap momentum musyawarah harus dijadikan amal ibadah agar mendapat Rahmat Allah.
“Kalau dahulu (zaman kemerdekaan) kita tak bisa bebas bicara seperti ini, karena moncong senjata mengancam. Karena itu mari kita tegakkan dengan benar agar terwujud seperti apa yang dinyanyikan tadi (panggilan jihad),” pungkasnya. (wol/man/d1)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post