JAKARTA, Waspada.co.id – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menanggapi sebuah video beredar di dunia maya yang menghubung-hubungkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru dengan vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo.
Menurut Mahfud, video tersebut tidak ubahnya sebuah fitnah kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian serta Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum HAM) Edward Omar Sharif Hiariej.
“Ini seperti fitnah kepada Mendagri dan Wamenkum HAM. Nyatanya, draf isi RKUHP bahwa hukuman mati bisa diubah seumur hidup sudah disepakati bertahun-tahun sebelum ada kasus Sambo,” cuit Mahfud melalui akun Twitternya, @mohmahfudmd, Kamis (16/2).
Video yang dikutip Mahfud berdurasi 35 detik dengan narasi tertulis sarat typo dan salah ketik, yakni ‘Ketika Sambo mau di hukum mati, mereka gerak cepat dengan merevisi undang-undang hukuman mati proses kilat’
Video tersebut mengutip pernyataan Wamenkum HAM Eddy Hiariej pada 28 November 2022 di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta saat menjelaskan tentang pidana mati dengan alternatif masa percobaan dalam RKUHP yang kala itu belum disahkan.
Video itu juga menampilkan foto terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat lainnya Kuat Ma’ruf saat menghadiri sidang pembacaan vonis.
Pernyataan yang disampaikan Eddy Hiariej belakangan tertuang sebagai Pasal 100 (1) KUHP baru yang menyebutkan hakim bisa menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun.
Pemerintah Jelaskan Alasan Hukuman Mati Bisa Berubah Setelah 10 Tahun
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wemenkumham) RI Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan proses kementerian di lembaga pemasyarakatan.
Menurut dia, vonis penjara tak sekadar masuk bui. Setelah menjalani pembinaan di lapas, terpidana harus bisa memastikan dikembalikan ke masyarakat.
“Bila yang bersangkutan tidak diterima masyarakat, tapi tidak mengulangi perbuatannya, serta tidak mengulangi perbuatan tapi bermanfaat bagi masyarakat,” kata pria akrab disapa Prof Edy dalam Seminar Sekolah Akpol 2023 di Gedung Serbaguna Akpol Semarang, Selasa (14/2).
Dia juga mengatakan, aturan vonis hukuman mati yang bisa dievaluasi selama 10 tahun. Apabila selama 10 tahun tersebut berkelakuan baik, maka hukuman bisa diubah.
“Visi integrasi sosial hukuman mati dilihat perilaku selama 10 tahun di dalam menjalani, kalau sikapnya bagus masih punya kesempatan,” kata Eddy.
Dia menegaskan, pidana mati di Indonesia berbeda dengan negara lain. Bukan hanya menyangkut persoalan hukum. Namun, pidana mati juga terkait aspek religi, politik dan sosial kemasyarakatan.
Dia juga sering beberapa kali didatangi oleh Duta Besar Belanda, Amerika Serikat, dan Australia lantaran lebih dari 142 negara Uni Eropa yang sudah menghapus pidana mati.
“Jadi persoalan negara kita berbeda dengan negara lain. Tidak masalah hukum semata. Politik, budaya, harus pokok persoalan masalah agama,” ungkapnya. (merdeka/pel/d1)
Discussion about this post