SINABANG, Waspada.co.id – Guna mewujudkan tata kelolah pemerintahan yang baik alias Good Governance dan upaya menangkal berbagai bentuk penyalagunaan wewenang ditingkat daerah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan berbagai langkah mitigasi.
Salah satunya dengan membentuk Monitoring Center Prevention (MCP). Yakni, sebuah layanan aplikasi terintegrasi berbasis daring untuk memudahkan pemantauan sekaligus supervisi dalam mencegah praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Turning poinnya, pemerintah daerah diminta mengoptimalkan capaian yang diklasifikasikan pada delapan area intervensi.
Seperti, penguatan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), tata kelolah dana desa, optimalisasi pajak daerah, manajemen aset daerah, manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), Perizinan-Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Pengadaan Barang dan jasa serta perencanaan penganggaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Tak heran, MCP KPK ini seakan menjadi kompetesi bergengsi bagi pemangku amanah. Betapa tidak, jika tahun sebelumnya, daerah yang mencapai surplus atau setidaknya berada pada angka standar nasional mendapatkan reward berupa Dana Intensif Daerah (DID).
Kali ini, capaian MCP jadi sala satu indikator penting Kemendagri dalam melakukan evaluasi kinerja Penjabat (PJ) kepala daerah.
Boleh dikatakan, daerah yang dinilai tak mampu memaksimalkan target MCP, bukan tak mungkin akan menuai warning. Baik itu pada jabatan Pj Gubernur, Pj bupati dan Pj Wali kota.
Lalu, apa kabar MCP Kabupaten Simeulue?

Nah, Jurnalis Waspada Online lantas mengkonfirmasi Inspektur Inspektorat kabupaten Simeulue Alwi. Dalam penjelasan pers yang disampaikan via WhatsApp beberapa waktu lalu, ia menyebut torehan yang dicapai Simeulue hingga penghujung desember tahun 2022 berada pada angka 72,29 persen.
Angka tersebut merupakan akumulasi dari progress delapan area intervensi.
Dengan rincian, MCP pengadaan barang dan jasa sebesar 82 persen, Perizinan 92 persen, pengawasan APIP 77 persen, tata kelola dana desa 82 persen.
Selanjutnya, Manajemen ASN 68 persen, optimalisasi pajak daerah 68 persen, dan pengelolaan BUMD 62 persen. Dan yang paling rendah yaitu, perencanaan dan penganggaran APBD 45 persen.
Kendati secara keseluruhan, masuk ‘zona’ biru (cukup) namun tak berati posisi aman (‘zona’ hijau). Sebab angka yang terbilang kategori aman, kata Alwi, harus melewati score 75 persen keatas.
“Masih Biru. Belum aman, yang aman apabila sudah mencapai nilai 75 keatas, dan yang paling rendah dari delapan areal yaitu perencanaan dan penganggaran 45 persen,” tulis Alwi.
Bahkan MCP Kabupaten Simeulue dikatakan Alwi, terendah kedua dari 23 kabupaten kota di Aceh. Pemicunya, lantaran kurang kepatuhan terhadap regulasi.
“Simeulue berada pada posisi nomor 2 paling bawah dari 23 Kabupaten/Kota tambah provinsi 1. Penyebabnya, kita tidak mengikuti sesuai ketentuan dan aturan yang ada,” timpalnya.
Menoleh dari penjelasan Inspektur Alwi, kondisi ini seolah menegaskan fakta miris dalam pengelolaan anggaran pemkab Simeulue. Ambil contoh, terkait Standar Satuan Harga (SSH) Pemkab Simeulue diketahui molor saat melakukan penetapan sebagai mana dijelaskan Budi Mulyono, Admin MCP Simeulue yang ditemui media ini di kantor Inspektorat setempat, Selasa (21/2).
Begitu pun pedoman tehnis dan konsiderannya, terang diatur dalam produk hukum. Baik itu, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 12 tahun 2019 maupun Permendagri nomor 77 tahun 2020.
“Penetapan SSH itu ditetapkan sesuai batas waktu yang ditentukan. Yaitu, paling lambat Bulan Mei tahun 2022 untuk anggaran tahun 2023, tapi kita baru menyiapkan November tahun 2023. Jadi, kita terlambat,” ujar Budi Mulyono.
Soal MCP ini sebelumnya pun telah disosialisasikan oleh kementrian dalam negri dan lembaga anti rasuah KPK. Bahkan, sekitar penghujung bulan 7 tahun 2022, tim KPK mengunjugi Kabupaten Simeulue.
“Sudah disosialisasikan Kemendagri, termasuk oleh KPK saat datang ke Simeulue,” tandasnya.
Untuk diketahui, MCP adalah sebua aplikasi yang dikembangkan KPK untuk memudahkan monitoring dan supervisi dalam mencegah segala bentuk praktik korupsi dilingkup pemerintah daerah. Dan saat ini, MCP KPK menjadi sala satu tolak ukur Kemendagri dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja Pj Kepala daerah. (wol/ind/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post