KUTACANE, Waspada.co.id – Proyek peningkatan Jalan Peureulak-Lokop-Batas Gayo Lues-Aceh Timur, yang bersumber dari APBD dalam proyek multi years Aceh, akhir-akhir ini menjadi perhatian. Selain dinilai tidak sesuai dengan bestek, bahkan sistem pemindahan tangan oleh pihak ketiga terindikasi dengan serabutan.
Munculnya tuding tersebut, ditengah besarnya harapan pengguna jalan yang berada dilintas tengah dan lintas timur Aceh. Pekerjaan jalan itu, dinilai tidak sesuai dengan harapan, mengingat besarnya anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah dengan nilai Rp172.890.880.361.25.
Kepada Waspada Online, salah satu sumber yang minta jati dirinya tidak disebutkan, Minggu (12/2), mengatakan pekerjaan ruas Jalan Peureulak- Lokop – Batas Gayo Lues itu tidak sesuai dengan harapan, terutama pada segmen 1 di wilayah Gayo Lues.

Pemasangan batu Mortar di STA 36+ 780 s/d STA 39 + 246, terlihat rapuh, campuran semen tidak sesuai karena menggunakan adukan manual bukan menggunakan Concrete Mixer pada sewaktu pekerjaannya, sebutnya.
Bahkan, kata dia, pelaksana pekerjaan dilakukan dengan cara sub kontrak, sedangkan yang ditandatangani dalam kontrak pekerjaan tersebut, tidak boleh di sub kontrakkan atau dialihkan kepada pihak lain, karena bukan merupakan pekerjaan khusus.
Dikatakannya, PT.Sumber Sari Cipta Marga pihak pemenang kontrak, semestinya tidak diperbolehkan melakukan sub kontrakkan pekerjaan kepada pihak lain.
Namun hal itu diketahui, untuk pemasangan batu mortal pada beberapa STA di Segmen 1. Pelaksanaannya, disub-kontrakan kepada perusahaan Sumber Sari KSO Medan Smart. Sehingga diduga telah melanggar spesifikasi teknis, karena mengurangi campuran semen. Dikhawatirkan pekerjaan tersebut akan terjadi rawan longsor, sebab pasangan batu penahan tanah pada bahu jalan tersebut tak sesuai bestek.
Selain dari itu, lanjutnya dia, pemasangan batu mortal pada STA 35 + 563 s/d STA 38 + 792 dengan volume 1398 meter atau 23 m3 pada tembok penahan tebing atau bukit di daerah itu, dikerjakan terlihat tanpa memperhatikan kerapian, diduga telah mengurangi jumlah semen. Yang mana pekerjaan ini sudah dibayar pada MC 17 dengan harga satuan Rp.759.270 X 1398, 23 m3, atau sebesar Rp.1.061.634.092,1.
Mobilisasi pada alat batching plant atau Aspal Mixing Plant (AMP) juga tidak sesuai dengan fakta di lapangan, dimana MC 18 itu juga, sudah dibayar dengan nilai Rp.757.491.050,00. Hal itu juga, diduga fiktif karena pengaspalan jalan tersebut telah dilaksanakan oleh proyek sebelumnya.
Ditambahkan dia, Alat Pelindung Diri (APD) untuk tenaga pekerja juga tidak sesuai dengan didalam kontrak. Dimana pekerja dan tenaga pelaksana tidak dilengkapi dengan rompi, helm, sepatu standart K3. Ini juga telah dibayarkan dengan nilai Rp.109.861.751, 70.
Selain itu, pekerjaan galian pembersihan longsor pada STA 23 + 700 s.d 23 + 900 juga ditagih menjadi pekerjaan galian untuk dibayarkan dengan hitungan volume Rp54.000/m3. Padahal galian itu adalah pekerjaan pembersihan material bekas longsor. Artinya, proyek itu banyak memanipulasi laporan, terangnya.
Kepala Dinas PUPR Aceh, Mawardi ST, dikonfirmasi melalui via WhatsApp oleh Waspada Online, belum memberikan keterangan resmi, terkait dugaan yang disangka tersebut. (wol/sur/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post