PALAS, Waspada.co.id – Fraksi Partai Gerindra DPRD Kabupaten Padanglawas (Palas) menilai Bupati nonaktif Ali Sutan Harahap akrab disapa TSO sudah selaknya diberhentikan, mengingat sudah laman tidak menjalankan tugas karena sakit. Demikian dikatakan anggota Fraksi Gerindra DPRD Palas, Luat Hasibuan.
Dikatakannya, TSO sejak Mei 2021 sudah tidak berkantor lagi karena sakit berkepanjangan, mengacu kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, TSO sudah sangat layak diberhentikan.
Hal tersebut disampaikan Luat merespon adanya surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mengaktifkan kembali TSO menjadi Bupati Palas. Ia berpendapat bahwa surat tersebut masih debatebel (belum pasti).
Sebelum Mendagri menerbitkan surat tersebut, kata Laut, seyogianya lebih dulu melihat pada surat kesehatan yang dikeluarkan oleh RSUPN tertanggal 15 November 2022, di mana surat tersebut telah dibawa oleh gubernur ke forum rapat dan melibatkan pihak terkait, salah satunya Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Hasil keputusan rapat menyatakan bahwa TSO Bupati Palas nonaktif belum dapat melaksanakan tugasnya dalam memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah, namun belakangan disebut-sebut sudah sehat.
“Kemudian hasil dari rapat tersebut telah ditindaklanjuti oleh gubernur ke Mendagri melalui Surat Gubernur tertanggal 8 Desember 2022. Seyogianya surat tertanggal 8 Desember tersebut sebagai bentuk laporan yang dibuat oleh gubernur harusnya menjadi atensi Mendagri, karena sudah tepat dengan fakta bahkan sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 91,” ungkap Luat dikonfirmasi, Senin (13/3).
Dia mengatakan, pengaktifkan TSO terkesan dipaksakan, karena dasar yang pakai Mendagri adalah hasil pemeriksaan luhur tertanggal 1 Desember 2022. Kalau diamati dengan jeli, pemeriksaan luhur tersebut ada format kesimpulan dan saran.
“Pada format kesimpulan, sangat tidak kita temukan keterangan yang menyatakan TSO sehat. Bahkan yang dijumpai pada kesimpulan pemeriksaan kesehatan tersebut hemiparesis kanan skala rankin modifikasi 2, disabilitas ringan, disertai sindroma afasia motiric perbaikan dari afasia global ec.CVD iskemik,” ungkapnya.
“Pada ketentuan saran sangat jelas tertulis dalam petikan saran ada tiga poin, pertama pencegahan stroke sekunder. Kedua terapi/stimulasi wicara dengan penyesuaian di tempat kerja. Ketiga evaluasi ulang tiga bulan kemudian. Jadi mana yang menyatakan sehat bisa aktif kembali memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah?,” sambungnya.
Dikatakan Laut, sudah sangat tepat dan benar kalau Gubernur Edy Rahmayadi meminta pemeriksaan TSO dilakukan di RSUPH Adam Malik Medan sesuai kesepakatan rapat sebelumnya.
“Seharusnya bupati nonaktif yang harus patuh terhadap pimpinan setingkat di atasnya, karena gubernur adalah keterwakilan presiden di daerah, serta menyarankan agar tiga bulan ke depan untuk dievaluasi pemeriksaan kesehatannya,” ujarnya.
“Justru yang harus kita pertanyakan siapa yang memerintahkan RSCM untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Kemudian Kemendagri harusnya memahami undang-Undang maupun PKPU tentang persyaratan pencalonan kepala daerah, di mana pemeriksannya harus secara menyeluruh oleh tim dokter yang ditunjuk,” sambungnya.
Luat menambahkan, sampai saat ini secara fakta di lapangan, TSO bupati nonaktif belum mampu berkomunikasi dan tidak mampu menulis. Jadi, secara fakta dan logika belum mampu untuk memberikan perintah kepada stafnya.
“Metode apa yang digunakan oleh TSO dalam memerintahkan stafnya, apakah dengan metode telepati atau bahasa isyarat. Kembalilah kita ke ajaran agama Islam, jika seorang imam tidak mampu menjadi imam sebaiknya mundur dan digantikan makmumnya,” pungkasnya. (wol/man/d1)
Editor: FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post