PARAPAT, Waspada.co.id – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengharapkan lembaga penyiaran dan media konvensional menjadi verifikator terhadap penyampaian informasi atau berita selama tahapan Pemilu 2024.
Verifikator menjadi sangat penting dilakukan media massa, di tengah maraknya berita hoax yang ada di media sosial (medsos). Demikian dikatakan Komisioner KPI Pusat Mimah Susanti dalam paparannya pada Press Camp di Hotel Niagara Parapat, Rabu (15/3) malam.
Sebagai sumber informasi terpercaya, media harusnya bisa menyajikan berita yang independen, netralitas, akurat, dan berimbang. Hal ini tentu berpengaruh bagi pendengar maupun penerima informasi untuk mengonsumsi berita sesuai fakta selama proses tahapan Pemilu. Selain kecepatan, berita harus akurat dan melalui tahapan check dan recheck yang berulang.
“Media massa harus menjadi verifikator atas informasi yang tersebar di media sosial. Jadi, kalau orang mau cari berita atau informasi fakta itu di TV dan radio. Sebab yang tidak hoax itu di TV dan radio. Makanya, TV dan radio harus bisa mengembalikan marwah itu. Utamakan check dan recheck,” kata Mimah.
Berdasarkan data dari We Are Social per Januari 2023, menyebutkan bahwa 77 persen populasi Indonesia atau setara dengan 212,9 juta jiwa saat ini merupakan pengguna internet. Hal ini menandakan media sosial menjadi salah satu sumber informasi yang banyak digunakan masyarakat saat ini.
Mimah tidak memungkiri, di tengah konvergensi media saat ini, juga menjadi tantangan bagi media lembaga penyiaran maupun konvensional untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan bisa bersaing dengan eksistensi media sosial. Akan tetapi, akurasi dan keberimbangan informasi tetap dikedepankan.
“Penetrasi digital ini sangat berdampak bagi publik, sehingga pengguna pun bergeser. Pengguna TV menurun jadi 81 persen, tapi pengguna internet meningkat jadi 76,7 persen. Penonton TV berusia 50 tahun ke atas, sedangkan yang mengakses internet banyak generasi milenial dan Z,” jelas Mimah.
Komisioner KPI Pusat yang juga praktis penyiaran media, Evri Rizqi Monarshi, menyebutkan keberimbangan lembaga penyiaran dalam menyajikan konten siaran Pemilu 2024 harus dikedepankan. Pihaknya juga menampik persaingan antara media massa, khususnya elektronik dengan media sosial, di tengah disrupsi media saat ini. Riset Kominfo pada 2022 menyatakan media TV masih tertinggi dinikmati masyarakat dibanding media sosial.
“Mau bagaimanapun rujukan akan lebih banyak pada media mainstream. Jadi, masyarakat masih menentukan pilihan pada media mainstream. Tentunya wartawan harus bisa menghadirkan akses berita yang seimbang dan objektif, sehingga bisa melakukan pengawasan Pemilu serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas,” kata Evri.
Agus Sudibyo menilai kehadiran dan kebermanfaatan media sosial justru hanya menjadi penguatan kampanye sejumlah parpol maupun peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih militan. Berbeda dengan pemilih rasional yang justru banyak mempertimbangkan sumber informasi melalui media massa atau konvensional. Artinya, pemilih rasional justru banyak menggali informasi lewat media terpercaya dan akurat.
“Pemilih rasional yang berpikir logis dan mungkin mereka menentukan pilihannya pada H-3 atau H-4. Tetapi pemilih fanatik mungkin hari ini sajasudah punya pilihan. Makanya, kampanye di medsos akan efektif untuk menguatkan citra calon,” jelas pria yang juga menjabat Anggota Dewan Pers itu.
Dalam menyukseskan seluruh rangkaian tahapan Pemilu 2024, peran lembaga penyiaran televisi dan radio sangat penting, terutama menjadi barometer informasi bagi masyarakat, karena kontrol pemberitaan lebih faktual ketimbang media sosial.
Diingatkan, lembaga penyiaran dituntut menjaga independensi dan netralitas dalam menyajikan berita serta tidak memengaruhi prefensi pada hari pemungutan suara di Pemilu 2024. (wol/aa/d1)
Editor AUSTIN TUMENGKOL
Discussion about this post