MEDAN, Waspada.co.id – Memasuki pekan terakhir di bulan maret, harga kebutuhan pangan di sejumlah pasar tradisional di Kota Medan berangsur normal.
Harga sejumlah kebutuhan pokok masyarakat kembali pada posisi di mana tingkat keseimbangan harga mulai terbentuk normal. Setelah pada pekan sebelumnya terdapat lompatan demand pada komoditas pangan, dan tidak jarang ditemukan pasokan yang juga melebihi permintaan kala itu.
Pedagang sembako di Pasar Bakti, Aiman, mengungkapkan untuk kebutuhan pangan hari ini justru dalam posisi normal kembali.
“Kalau minggu lalu naiknya cukup tinggi, kali ini berangsur turun, harga tepung, minyak, gula pasir, hingga rempah-rempah masakan tidak mengalami kenaikan,” tuturnya, Senin (27/3).
Gula pasir saat ini di harga Rp12.000 per Kg, minyak makan kemasan seperti minyaKita Rp14.000 per liter, minyak kemasan Sanco Rp21.000 per liter, Bimoli Rp29.000 per liter, tepung tapioka Rp9000 per Kg, tepung jagung Rp7000 per Kg, dan telur ayam Rp1200 per butir ada juga yang Rp1100 per butur tergantung ukuran.
“Harga ini masih terbilang normal bila dibandingkan dengan sebelum Ramadhan kemarin,” ucapnya.
Sementara menurut pantauan Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin untuk sejumlah kebutuhan pangan lainnya, semua terpantau bergerak stabil.
“Ayam relatif sama dikisaran Rp28.000 hingga Rp30.000 ribu per Kg, telur ayam dikisaran Rp26.000 hingga Rp27.000 per Kg, minyak goreng curah dijual Rp14.000 per Kg, bawang putih dan bawang merah dikisaran Rp30.000 per Kg, dan harga beras juga relatif tidak banyak mengalami perubahan,” ungkap Gunawan.
Sementara itu, lompatan demand atau permintaan akan kebutuhan pangan di Kota Medan dan sekitarnya selama awal ramadahan juga masih terbilang wajar.
“Meskipun banyak pedagang yang menyatakan bahwa permintaan untuk komoditas pangan sumber protein terpantau sedikit menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Temuan ini masih saya tidak lanjuti untuk mendapatkan fenomena lanjutan terkait daya beli masyarakat kita selama Ramadhan ini. Indikasi pelemahan daya beli memang terlihat, tetapi dibutuhkan sampel data yang lebih banyak untuk mengungkap fenomena secara menyeluruh selama Ramadhan,” pungkasnya. (wol/eko/d1)
Discussion about this post