MEDAN, Waspada.co.id – Pengamat Kebijakan Publik Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Rafriandi Nasution SE MT, menilai penghargaan adipura yang diterima Kota Medan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hanya sebagai ‘pelipur lara’.
Menurutnya, penghargaan ini diberikan merupakan obat atas informasi yang sebelumnya, di mana KLHK menyebut Kota Medan sebagai kota terjorok se-Indonesia. Pemberitaan soal kota terjorok ini sempat heboh di Kota Medan.
“Kalau saya lihat sebenarnya, ini istilahnya bodrex lah, obat dari kementerian LHK kepada informasi yang pertama Kota Medan jorok. Saya kira ini sebenarnya penghargaan adipura yang standarnya tidak ada yang terlalu berlebihan,” kata Rafriandi saat diwawancarai Waspada Online, Jumat (3/3).
Rafriandi mengatakan, saat Kota Medan menerima anugerah adipura sebagai Kota Metropolitan ini juga tidak ada pernyataan yang standar dari KLHK. Karena itu, Rafriandi mempertanyakan parameter apa yang digunakan dalam pemberian penghargaan adipura ini.
“Kalau yang lain-lain saya kira banyak sudah berkomentar, kalau dilihat layak atau tidaknya, saya kira apa ukuran layaknya, parameternya yang paling bisa diukur, tentang sampah bagaimana persoalannya di Medan, gak tuntas-tuntas dari tahun ke tahun,” ungkapnya.
“Walaupun baru ada kemarin launching-launching soal sampah dengan penggunaan teknologi dan sebagainya, itu kan baru sekarang, sedangkan penilaian adipura ini kan sudah beberapa tahun yang lalu,” sambungnya.
Rafriandi menyebutkan, penghargaan yang diterima Wali Kota Medan Bobby Nasution adalah sebagai obat untuk menyembuhkan sakit hati yang lama. Apalagi Wali Kota Medan adalah menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), sehingga citranya tidak buruk di mata masyarakat.
“Kalau ada orang kemarin sakit hati, ada obatlah yang diberikan supaya pencitraan keluarga Presiden Jokowi tidak buruk-buruk kalilah di mata masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Rafriandi, Wali Kota Medan juga harus melihat ke belakang atau mengkilas balik tentang program-program skala prioritas pembangunan yang dicanangkan. Ia meminta agar Wali Kota memiliki target persentase dalam setiap program yang dikerjakan.
“Sebenarnya arahnya ke mana, mau banjir, harusnya bagaimana pencapaian penuntasan banjir ini, jangan sampai 2024 berakhir dia sudah pindah mau calon gubernur, masalah banjir tak selesai,” ungkapnya.
“Mau sampah, sampek kapan soal sampah ini tidak bisa tuntas di Medan, jadi mesti adalah pencapaian, infrastruktur begitu juga, banjir di Pusat Pasar, itu jadi problem juga, yang sederhana saja ada dulu, supaya bisa masyarakat menikmati juga bahwa kinerja Pemko Medan ini positif,” pungkasnya. (wol/man/d1)
editor: FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post