PANGURURAN, Waspada.co.id – Para korban penggelapan dana wajib pajak dilakukan Bripka Arfan Saragih (AS) bersama rekannya dapat diusut tuntas oleh polisi, jangan hanya fokus terhadap pengalihan kasus yang mencurigakan kematian almarhum.
Hal ini disampaikan oleh Leonardo Situmorang (27 th) warga Harapohan, Desa Lumban Suhi-suhi Dolok, Kecamatan Pangururan, kepada wartawan, Sabtu (25/3).
“Jangan alihkan kasus penggelapan Pajak jadi kasus pembunuhan. Seolah-olah ini yang dilakukan keluarga almarhum agar kasus penggelapan ini tertutupi,” ujar Leonardo.
Leonardo menjelaskan, pada Juli 2022, dirinya membeli satu unit sepeda motor bekas, kemudian pergi ke Kantor Samsat Pangururan ‘membalik namakan’ sepeda motor menjadi atas namanya.

Setiba di Kantor Samsat Pangururan, Leonardo mengaku bertemu petugas resmi di loket pembayaran, yang ia ketahui bernama Acong, ia pun bertukar nomor telepon dan diminta untuk datang kembali satu minggu kemudian saat berkas telah selesai.
“Ketika itu, aku dikasih lembaran yang judulnya bertuliskan surat ketetapan kewajiban pembayaran PKB/BBNKB/SWDKLLJ dan PKB atas namaku sendiri dan sebuah lembaran kertas kecil bertuliskan dokumen pengganti blanko STNK,” katanya.
Acong memberikan dokumen sambil mengatakan “nunga atas nama ni lae be kareta i da, alai molo STNK habis blangko jadi pengganti sementara majo hulean, artinya (sudah atas nama lae sepeda motor itu ya, namun untuk STNK blanko lagi kosong, jadi pengganti sementara lah dulu kukasih ya),” ujarnya menirukan perkataan Acong.
Usai menerima dokumen itu, Leonardo mengaku sempat menanyakan tentang BPKB-nya kepada Acong. “Saat itu Acong mengatakan kalau BPKB dan platnya belakangan, karna prosesnya lama,” tambahnya.
Sebulan kemudian, Leonardo menelepon Acong. Dalam pembicaraan itu Acong berkas yang diterimanya belum juga selesai. Hampir dua kali dalam sebulan, Leonardo terus menghubungi melalui telephone dan juga bertemu secara langsung, namun selalu diberikan jawaban yang sama. “Bahkan pada bulan Oktober 2022, saya tidak bisa lagi menelponnya,” tutur Leonardo.
Hingga Februari 2023 yang lalu, Leonardo kembali ke Samsat Pangururan bermaksud untuk menemui Acong, namun usahanya sia-sia, sebab Acong tidak berada di kantor. Kepada petugas yang ada, Leonardo mencoba menanyakan soal dokumen kendaraannya yang tak kunjung selesai.
Setelah dicek, ternyata surat yang dia bayarkan berupa PKB/BBNKB/SWDKLLJ dan PKB belum terdaftar atas namanya. Bahkan, surat ketetapan kewajiban pembayaran PKB/BBNKB/SWDKLLJ dan PKB yang diserahkan Acong adalah palsu.
Diketahui, Acong sudah kabur sejak bulan November 2022 dan Leonardo diarahkan datang melapor ke Polres Samosir. Sebagai warga yang taat pajak, Leonardo Situmorang mengaku dikecewakan. Untuk keperluan balik nama kendaraannya Leonardo dirugikan sejumlah Rp 5.000.000.
Atas kasus ini, Leonardo Situmorang berharap kasus penggelapan ini bisa terungkap secara terang dan korban yang dirugikan tidak terbebani dua kali.
Ia menyayangkan isu yang beredar luas di publik tentang almarhum mati diduga karena pembunuhan. “Seakan-akan perhatian publik hanya pada kasus kematian yang digiring pihak keluarga korban, ini membuat publik melupakan korban penggelapan wajib pajak yang jumlahnya hingga 400 orang di Samosir,” kata Leonardo.
Menurutnya, isu yang dibangun keluarga almarhum Bripka Arfan Saragih justru untuk menutupi kasus penggelapan. “Menurutku, ini yang dilakukan keluarga almarhum untuk menutupi kasusnya dengan membuka isu baru (pembunuhan), supaya dialihkan perhatian publik. Sehingga, kasusnya tentang penggelapan tidak muncul lagi ke permukaan,” ucap Leonardo.
Sementara itu, Nekkon Naibaho (39 th) warga Pangururan, turut mengeluh atas permasalahan ini. Baginya, kasus penggelapan yang dilakukan Bripka Arfan Saragih dan rekannya, tertutupi karena keluarga almarhum membentuk opini publik seolah mati dibunuh.
“Sebaiknya terlebih dulu dikembalikan uang korban wajib pajak, barulah kemudian telusuri kematian Arfan Saragih. Jangan karena satu orang, jadi terlupakan ratusan warga Samosir yang jadi korban penggelapan pajak,” sebutnya.
Kepada wartawan, Nekkon mengatakan saat melakukan pengecekan aplikasi di Kantor UPT Samsat Pangururan, baru mengetahui pajak kendaraan yang dia bayarkan selama lima tahun tidak terekam.
Adapun isi dari surat ketetapan kewajiban pembayaran PKB/BBNKB yang dipalsukan milik Nekkon Naibaho, yakni SWDKLLJ dan PNBP yaitu nomor registrasi BB 1805 CA alamat, kendaraan Toyota Rush putih.
Nekkon mengaku taat pajak, bahkan membayarkan sebulan sebelum jatuh tempo. “Saya belakangan juga sempat kesal, soalnya dikatai membayar ke calo padahal dia kan petugas resmi yang membidangi,” ujarnya bernada kesal.
Total uang wajib pajak milik Nekkon Naibaho yang digelapkan dalam kasus ini mencapai Rp37 juta selama lima tahun, belum termasuk denda yang dibebani dan diberlakukan saat ini sebanyak Rp17 juta lebih.
Nekkon bersama korban lainnya akan melakukan aksi dan menggugat secara perdata terhadap ahli waris terkait hak milik dari para para wajib pajak.
Nekkon berharap, publik tidak hanya terlena dengan opini sepihak di media sosial, sehingga membuat Polres Samosir terganggu mengungkap kasus penggelapan ini.
Kepada media cetak maupun elektronik, Nekkon menggantungkan harapan agar membantu ratusan korban penggelapan pajak di Samosir. “Bagaimana nasib kami?. Besar harapan kami, kami nyaris luput terlupakan padahal kami ada ratusan orang yang menjadi korban,” kata Nekkon.
Nekkon meminta jangan ganggu konsentrasi Polres Samosir dalam pengungkapan kasus penggelapan uang wajib pajak ratusan korban di Samosir. “Jangan hanya fokus pada kematian Bripka Arfan, kami ada ratusan orang di Samosir yang jadi korban,” katanya.
Nekkon mendukung penuh upaya polisi membongkar praktik penggelapan dana wajib pajak yang telah berjalan sejak tahun 2018. (wol/ward/d2)
Editor: FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post