MEDAN, Waspada.co.id – Hipertensi merupakan salah satu penyakit tertinggi yang di derita masyarakat Indonesia. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia menyebutkan, selain hipertensi, diabetes, stroke, gagal ginjal dan jantung menjadi penyakit dalam yang sering menyerang masyarakat.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. Ratna Tri Riskiana, M.Ked (PD), SpPD mengatakan, angka kematian akibat penyakit dalam yang tidak menular tergolong tinggi. Dari data Kemenkes Indonesia, penderita hipertensi sebanyak 34,1 persen, diabetes, 8,5 persen, stroke, 7 persen gagal ginjal 3,8 persen dan penderita penyakit jantung 1,8 persen.
“Kelima penyakit tersebut bisa disebabkan karena pola hidup atau keturunan genetika,” di The Clinic Beautylosophy Jalan Sekip Medan, Rabu siang (8/3).
Jika disebabkan faktor genetika, kata dia, banyak pasien yang tidak mengetahui dari mana gen itu berasal dan harus mencari tahu. Setelah tahu, disarankan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan ke dokter dan setelah mendapat edukasi dari dokter jika memang ada penyakit tertentu pasien harus menerima penyakitnya.
“Biasanya pasien yang tidak terima itu, mereka yang menderita penyakit diabetes dan mereka langsung merasa “dunia runtuh,” ungkapnya.
Kondisi ini bisa membuat pasien semakin stres dan membuat penyakit semakin parah. Padahal jika diobati dengan baik, penyakit bisa dikontrol,” katanya.
Dari lima penyakit dalam tersebut, tambah dr. Ratna, jika ada tanda-tanda yang dirasakan harus segera melakukan pemeriksaan kesehatan. Dan biasanya, si penderita harus melakukan pengobatan seumur hidup.
“Dan masyarakat harus melakukan pengecekan 6 bulan sampai satu tahun sekali baik cek darah atau USG. Sebenarnya, di luar negeri sistem tersebut sudah ditanamankan sejak muda sehingga mereka lebih cepat mengetahui “bibit-bibit” penyakit yang ada di dalam dirinya sehingga bisa diperbaiki sejak dini,” katanya.
Jangan sampai menunggu sakit parah baru diobati. Gaya hidup harus diperbaiki karena penyakit itu juga berasal dari gaya hidup yang tidak baik, jaga makanan dan lakukan banyak aktivitas atau berolahraga.
Ditambahkan Clinical Application Specialist, Hendri mengatakan, pada umumnya, dokter yang telah selesai memberikan treatment kepada pasien, baik itu berupa diagnosis maupun perawatan, hasilnya akan dibawa oleh suster. Selanjutnya, hasil tersebut akan dibawa ke bagian lab, untuk dilakukan analisis manual kembali.
“Namun dengan alat Afinion bisa memangkas hal tersebut. Alat ini menjadi penganalisis multi pengujian yang ringkas, cepat yang dapat memberikan pengujian kepada pasien,” tambahnya.
“Afinion juga bisa memberikan kemudahan lainnya. Salah satunya yaitu memusatkan semua hasil tes ke dalam sistem AegisPOC. Dengan demikian, saat ada stakeholder yang ingin mengakses data pasien, semuanya bisa terkoneksi dengan cepat,” tandasnya. (wol/eko/d1)
Discussion about this post