JAKARTA, Waspada.co.id – Seniman kondang, Soimah berbagi cerita tentang pengalaman tak mengenakan saat petugas pajak mendatangi rumahnya di Yogyakarta beberapa waktu lalu. Katanya, petugas pajak itu mendatangi rumah mertuanya yang memang dijadikan sebagai alamat di Kartu Tanda Penduduk (KTP)-nya. Rumah tersebut ditempati kakak dan orang tua dari sang suami.
“Posisi saya ini kan di Jakarta sementara alamat rumah saya di tempat mertua saya,” kata Soimah dalam sebuah podcast di kanal Youtube mojokdotco, dikutip di Jakarta, Sabtu (8/4).
Soimah mengatakan, petugas pajak datang ke rumahnya di Mangiran membawa 2 penagih utang (debt collector) untuk menagih pembayaran pajak. Mereka meminta sejumlah bukti yang menunjukkan transaksi keuangan Soimah berupa nota-nota.
“Orang pajak ini datang ke tempat kakak saya bawa debt collector gebrak meja. Serius bawa 2 (debt collector) gebrak meja,” kata Soimah.
Sebelumnya, kata Soimah dia sudah sering mendapatkan surat-surat dari kantor pajak setempat. Hal ini pun membuat ayah mertuanya khawatir dan mempertanyakan asal usul surat dari negara tersebut sampai ke rumahnya berkali-kali.
Tak hanya itu, Soimah juga mendapatkan surat dari kantor pajak yang isinya menjelaskan dirinya tidak kooperatif dengan petugas karena kerap mangkir. Bahkan kakak ipar Soimah pun dianggap menyembunyikan Soimah dari petugas pajak.
“Kakak saya terus pernah ngomong sebelumnya dapat kiriman surat, katanya saya tidak mau menemui orang pajak padahal posisi saya di Jakarta. Jadi kakak saya dianggap menyembunyikan saya,” kata dia.
“Padahal saya live di TV setiap hari, harusnya kan tahu, bisa dipantau dan dicek, tapi kita dapat surat seperti itu, dianggap tidak mau menemui,” ungkapnya.
Soimah pun merasa dirinya tidak diperlakukan secara manusiawi. Padahal harta kekayaan yang dimilikinya tersebut buah dari jerih payahnya sendiri. Dia sangat menyayangkan perlakukan uang diterimanya sebagai wajib pajak.
“Saya itu kerja hasil dari jerih payah, proses yang panjang, keringat saya sendiri. Bukan hasil maling, bukan hasil korupsi. Kok saya diperlakukan seperti saya ini bajingan dan koruptor,” kata Soimah kesal.
Juru Bicara Kementerian Keuangan, Yustinus Prastowo menyayangkan curhatan Soimah tersebut. Dia mengaku langsung menghubungi petugas pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bantul untuk melakukan konfirmasi atas keluhan yang diungkap Soimah.
“Saya pun sudah mendengarkan rekaman percakapan Soimah dan juga chat WA dengan petugas pajak. Duh.. saya malah kagum dengan kesabaran dan kesantunan pegawai KPP Bantul ini,” kata Pras dalam keterangan resminya, Jakarta, Sabtu (8/4).
Pras mengatakan petugas pajak yang datang ke rumah Soimah di Bantul tersebut hanya mengingatkan dan menawarkan bantuan jika sebagai wajib pajak mengalami kesulitan. Sayangnya, hal itu ditafsirkan berbeda oleh Soimah .
“Dia hanya mengingatkan bahkan menawarkan bantuan jika Soimah kesulitan. Ternyata itu dianggap memperlakukan seperti maling, bajingan, atau koruptor,” kata dia.
Pras mengungkapkan, hingga saat ini pun ternyata Soimah belum melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunannya. Namun hal ini tak lantas membuat KPP Bantul mengirimkan ‘surat cinta’ kepada Soimah meskipun berwenang melakukannya.
“Hingga detik ini pun meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi,” katanya.
Terkait berbagai nota yang diminta petugas pajak, Pras menjelaskan aturan tersebut memang ada di dalam undang-undang. Sebagai seniman yang memiliki penghasilan tinggi, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan menilai sudah seharusnya Soimah melakukan pembukuan untuk menghitung pajak.
“Yang tahu semua ini ya Soimah: berapa uang yang didapat, berapa biaya dikeluarkan. Rumit dan ribet? Iya juga sih. Tapi itulah konsekuensi aturan dan administrasi agar adil,” kata dia.
Pras mengatakan, UU tak bisa membedakan orang per orang. Makanya dibuat standar yang dijalankan jutaan orang wajib pajak. Untuk itulah disediakan standar akuntansi, aplikasi pembukuan, jasa akuntansi, jasa konsultan dan lainnya.
“Memang tak mudah, tapi bisa dipelajari. Kantor Pajak pun menyediakan bimbingan dan konsultasi, selain jasa praktisi yang profesional dan terjangkau,” kata Pras.
Pras menyampaikan empatinya kepada petugas pajak, khususnya di KPP Bantul. Dia menyebut Bantul bukanlah Jakarta Pusat yang penuh bangunan mentereng dan orang super tajir. Para petugas pajak hanya berusaha menjalankan tugas dan sudah sesuai aturan dan kepatutan.
“Bisa saja ada oknum petugas yang bertindak tak pantas, meski dari rangkaian kesaksian, ingatan, dan catatan, tak ada alasan untuk harus melakukan tindakan itu. Pak Slamet Sutantyo, Plt Kakanwil Pajak Jogja, tegas tak segan meminta maaf jika ada kesalahan seperti itu,” kata dia.
“Mungkin ada benarnya kata seorang pakar ‘pajak itu hal tak mengenakkan yang harus ada supaya negara tetap berdiri tegak’,” kata Pras mengakhiri.(wol/merdeka/eko/d1)
Discussion about this post